MerahPutih.com - Keputusan akhir amendemen terbatas UUD 1945, untuk mengembalikan kewenangan MPR menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), baka tergantung pada dinamika politik dan para pimpinan partai politik untuk mengambil keputusan.
"Apakah akan dilakukan amendemen terbatas, ini tergantung dinamika politik dan 'stakeholder' di gedung parlemen ini yaitu Pimpinan partai politik, lalu para cendekiawan, akademisi, dan praktisi yang dapat mewujudkan itu semua," kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menghadiri peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun Ke-76 MPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/8).
Baca Juga:
MPR Diminta Pertimbangkan Urgensi Melakukan Amandemen Terbatas UUD 1945
Ia meneaskan, sikap pimpinan partai politik akan tercermin dari para anggotanya di parlemen yaitu di DPR dan Badan Pekerja MPR RI. Dia mengatakan, saat dirinya baru menjadi Ketua MPR melalukan kunjungan ke pimpinan partai politik dan banyak masukan yang diterimanya.
"Banyak masukan yang kami terima, ada yang khawatir, setengah khawatir, dan ada yang mengatakan harus dilakukan amandemen terbatas. Karena itu masih situasional dan belum seragam," ujarnya.
Bamsoet mengatakan, banyak harapan yang menginginkan agar MPR menyikapi berbagai aspirasi masyarakat yang berkembang yaitu arus besar yang mendorong agar MPR memiliki kembali kewenangan menetapkan PPHN.
Selama ini ini PPHN hanya diatur dalam sebuah UU dan rekomendasi MPR periode 2014-2019 meminta periode 2019-2024 mendorong agar PPHN memiliki payung hukum lebih kuat yaitu melalui Ketetapan MPR.
"Payung hukum PPHN melalui TAP MPR RI itu agar semua patuh dan tidak bisa 'diterpedo' oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," ucapnya.
Bamsoet menjelaskan, arus besar tersebut menginginkan agar bangsa Indonesia memiliki arah dan bintang pengarah dalam jangka panjang. Hal itu karena Indonesia akan memasuki tahun emas di 2024 karena memiliki berbagai keunggulan seperti bonus demografi dan jumlah usia produktif yang berlimpah sehingga dibutuhkan perencanaan yang visoner.
"Rakyat Indonesia akan menjadi 318 juta di tahun 2045 yang didominasi usia-usia produktif sebanyak 70 persen sehingga dibutuhkan perencanaan yang visoner, mampu membaca dan menjawab tantangan jaman yang terus berkembang. Arus besar tersebut menjadi perhatian MPR," ujarnya.

Ketua Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay, menilai amendemen UUD 1945 adalah pekerjaan tidak mudah karena perubahan pasal-pasal di dalam konstitusi akan berimplikasi luas dalam sistem ketatanegaraan dan bukan untuk tujuan politik sesaat.
Karena itu, sebelum "pintu" amandemen dibuka, sebaiknya seluruh kekuatan politik, masyarakat sipil, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan berbagai elemen lainnya harus dapat merumuskan agenda dan batasan amendemen itu.
"Konstitusi adalah milik seluruh rakyat, dan perubahan terhadap konstitusi sebaiknya didasarkan atas aspirasi dan keinginan rakyat. Perubahan itu pun tidak boleh hanya demi tujuan politik sesaat," kata dia, di Jakarta, Rabu.
Ia menilai agar agenda amandemen tersebut fokus dan terarah, perlu dilakukan pemetaan terhadap pokok-pokok dan isu yang akan diubah dan harus ada kesepakatan semua fraksi dan kelompok DPD di MPR terhadap peta perubahan yang diajukan agar tidak ada kekhawatiran bahwa amendemen akan melebar kepada isu-isu lain di luar yang telah disepakati.
"Sekarang ini, amandemen UUD 1945 disebut sebagai amandemen terbatas, apa yang membatasinya? Itu tadi kesepakatan politik antar-fraksi dan kelompok DPD yang ada di MPR sehingga agar lebih akomodatif, semua elemen di luar MPR juga perlu didengar dan dilibatkan," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan, menegaskan, MPR belum memutuskan apapun tentang amendemen UUD NRI 1945, termasuk rencana amendemen terbatas terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Rencana amandemen konstitusi itu masih dalam tahap pengkajian yang dalam dan belum ada keputusan apapun dari fraksi-fraksi MPR.
"MPR RI pun belum ada keputusan final terkait amendemen terbatas tersebut. Pengkajian tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah PPHN yang dibutuhkan tersebut perlu untuk diperkuat melalui amandemen atau tidak perlu melakukan amendemen saat ini," katanya. (Pon)