Merahputih.com - Keluarga sempat meminta tersangka kasus dugaan ujaran kebencian Soni Eranata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi dibantarkan ke RS Ummi Bogor sebelum dinyatakan meninggal dunia.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menjelaskan alasan kenapa polisi lebih memilih RS Polri ketimbang RS Ummi. RS Polri memiliki persiapan yang serba khusus, mulai dari ruangan hingga penjagaan.
Baca Juga:
Maaher At-Thuwailibi Dikabarkan Meninggal Dunia di Rutan Bareskrim
"Dokter-dokternya pun punya kemampuan untuk merawat sebenarnya penyakit dari Soni Eranata," ujar Rusdi kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa (9/2).
Rusdi mengatakan RS Ummi belum tentu memiliki fasilitas selengkap itu. Terlebih, status Ustaz Maaher adalah tahanan yang harus ditangani secara khusus.
"Beda dengan RS Ummi dengan RS Polri ketika statusnya adalah sebagai tahanan. Kita sudah siapkan semuanya," terangnya.
Pengacara Maaher, Djuju Purwantoro. menyebut sebelum wafat, kliennya sudah bolak-balik ke RS Polri Said Soekanto untuk menjalani perawatan atas penyakit yang dideritanya. Namun, Djuju tidak menjelaskan penyakit Soni.
Pihak keluarga Soni pun telah mengajukan permohonan kepada penyidik agar Soni dirawat di RS UMMI, Bogor, Jawa Barat.
"Berkas 3 hari lalu sudah dilimpahkan ke kejaksaan, hari Kamis saya sudah kirimkan surat agar yang bersangkutan kembali dirawat di RS UMMI Bogor atas permintaan keluarga," kata Djuju.
Namun, permintaan rujukan ke RS UMMI belum mendapat persetujuan dari penyidik. Ia pun akhirnya meninggal dunia di Rutan Bareskrim Polri. Djuju mengatakan bahwa jenazah kliennya telah dibawa ke Rumah Sakit Polri Said Soekanto kemarin malam.
Sebelumnya, di awal Desember 2020, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Ustaz Maaher At-Thuwailibi alias Soni Eranata terkait dengan unggahan ujaran kebencian di akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_.
Baca Juga:
Usai Diciduk Bareskrim, Maaher At-Thuwailibi Tidur di Rumah Tahanan
Soni ditangkap untuk menindaklanjuti adanya laporan polisi bernomor LP/B/0677/XI/2020/Bareskrim tertanggal 27 November 2020.
Dalam kasusnya, Soni Eranata diduga melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (Knu)