FILM garapan sutradara Patty Jenkins, Wonder Woman 1984, sudah rilis di bioskop Indonesia sejak Rabu (16/12). Moviegoers antusias dalam menyambut film itu, mengingat banyak yang sudah mulai suntuk berada di rumah dan tidak bisa menonton langsung di bioskop. Wonder Woman 1984 juga menjadi film yang paling ditunggu-tunggu tahun ini.
Awalnya, film produksi DC Comics dan Warner Bros tersebut digadang-gadang akan tayang Juni 2020, tapi beberapa kali diundur karena pandemi COVID-19. Film lanjutan dari Wonder Woman di 2017 ini mengangkat kisah putri pejuang dari bangsa Amazon, Diana Prince (Gal Gadot) dalam membasmi kejahatan di 1984.
Baca juga:

Lalu, mengapa judulnya menggunakan 1984?
Jenkins menganggap perlu menyoroti era 1980-an karena era itu identik dengan sang pahlawan.
“Mengapa 1984? Kami inign membawa Diana ke dunia modern, tetapi 80-an merupakan periode yang identik dengan Wonder Woman,” kata Jenkins dikutip Cinemablend.
Menurut Jenkins, era itu merupakan puncak dari peradaban Barat dan kesuksesan dunia yang kita semua tinggali setelahnya. "Jadi aku penasaran untuk menempatkan perempuan hebat ini ke puncak sistem kepercayaan modern itu,” lanjutnya.
Alasan itu tampaknya masuk akal. Jenkins ingin memberi penghormatan pada masa lalu Wonder Woman, sekaligus menunjukkan bagaimana sang perempuan pahlawan itu menyesuaikan diri dengan dunia yang lebih modern.
Dibuka dengan kejadian masa lampau di sebuah pulau mistis Themyscira, tempat asal Diana. Di sana, Diana kecil (Lilly Aspell) digambarkan tengah mengikuti sebuah turnamen adu kekuatan fisik di sebuah stadium.
Baca juga:
Gal Gadot Dibayar 33 lipat Lebih Besar di Film Wonder Woman 1984

Diana sempat terjatuh dari kudanya. Namun, ia cerdik dan mengambil jalan pintas untuk kembali ke arena tepat waktu. Mendekati akhir perlombaan, Jenderal Antiope (Robin Wright) menyeretnya keluar arena.
Antiope menasihati Diana tentang arti kejujuran karena Diana tampaknya jujur dalam permainan tersebut.
“Kamu ambil jalan pintas. Kamu tidak bisa jadi pemenang karena kamu belum siap dan ini memalukan. Tak ada pahlawan sejati yang lahir dari ketidakjujuran,” kata Antiope.
Adegan itu amat penting karena akan menjadi inti dari seluruh isi film, yakni tentang makna sebuah kejujuran dalam kehidupan.
Penonton juga diajak ke Washington DC, AS, pada 1984. Transisi waktu terlihat sangat jelas dengan perubahan warna sinematografi yang awalnya serbaemas dan glamor menjadi layar penuh warna. Warna tersebut menampilkan ciri khas era 80-an, mulai dari setelan warna-warni stabilo, tas pinggang, hingga baju pengantin berlengan gembung. (and)
Baca juga: