MerahPutih.com - Gas air mata yang digunakan Polri saat insiden kerusuhan Kanjuruhan Malang menuai kontroversi. Kandungan gas disebut sudah kedaluwarsa sejak 2021 lalu.
Polri mengatakan kemampuan gas air mata berkurang jika sudah kadaluarsa atau expired.
Baca Juga:
Koalisi Masyarakat Sipil Duga Ada Pelanggaran Prosedur Penanganan Kerusuhan Kanjuruhan
"Saya mengutip apa yang disampaikan (salah satu ahli), di dalam gas air mata memang ada kedaluwarsanya, ada expirednya. Ditekankan, harus mampu membedakan, ini kimia, beda dengan makanan. Kalau makanan ketika dia kedaluwarsa maka di situ ada jamur, ada bakteri, yang bisa mengganggu kesehatan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (10/10).
Ia menuturkan, ketika kedaluwarsa, gas air kimianya menjadi berkurang.
"Sama dengan efektifitasnya gas air mata ini, ketika ditembakkan, dia tidak bisa lebih efektif lagi," imbuh Dedi.
Dedi mengatakan jika gas air mata tidak kedaluwarsa maka partikel dalam gas air mata justru lebih efektif.
Gas air mata akan terasa perih di mata jika tidak kedaluwarsa. Dedi menegaskan bahwa gas air mata kedaluwarsa tidak menjadi masalah.
"Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang secara kimia, kemudian kemampuan gas air mata juga akan menurun," paparnya.
Polri menegaskan gas air mata, termasuk yang digunakan anggotanya dalam tragedi Kanjuruhan, tidak mematikan. Polri menjelaskan pendapat itu dikeluarkan oleh pakar-pakar racun dan gas air mata.
"Saya juga mengutip dari pendapat dari guru besar dari Universitas Udayana beliau ahli di bidang toksikologi atau racun," ucap Dedi.
Baca Juga:
Dedi mengatakan saat tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang terjadi, anggota Brimbob menggunakan tiga jenis gas air mata.
Yang pertama ini adalah berupa smoke hanya ledakan dan berisi asap putih. Kemudian yang kedua sifatnya sedang.
"Dan yang merah adalah untuk mengurai massa dalam jumlah yang cukup besar," tutur Dedi.
Dedi menyampaikan penyebab kematian ratusan korban Tragedi Kanjuruhan karena kondisi kurang oksigen. Dedi menyampaikan analisis para dokter menyebut para penonton kekurangan oksigen karena berdesak-desakan saat hendak keluar stadion, kemudian terinjak-injak hingga bertumpuk.
Sebelumnya, Komnas HAM mendapatkan informasi terbaru mengenai tragedi kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang yang menewaskan 131 orang. Polisi disebut menggunakan gas air mata yang sudah kedaluwarsa.
Hanya saja, informasi itu belum bersifat mutlak. Karenanya, Komnas HAM perlu didalami kebenarannya.
"Iya jadi soal yang apa (gas air mata) kedaluwarsa itu informasinya memang kami dapatkan," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan.
Dibalik tragedi Stadion Kanjuruhan Malang setidaknya 131 orang meninggal dunia. Kemudian, ratusan orang lainnya mengalami luka ringgan hingga berat. (Knu)
Baca Juga:
Polisi Temukan Puluhan Botol Miras Oplosan di Area Stadion Kanjuruhan