Aku Mohon Maaf Kepada Pengendara Lawan Arah Tanpa Helm

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Jumat, 28 Mei 2021
Aku Mohon Maaf Kepada Pengendara Lawan Arah Tanpa Helm
Suasana kemacetan di pagi hari. (Unsplash-Ardhito Giovanni)

PAGI tadi aku kesal sekali. Bangun pagi telat. Hampir dua jam alarm dibiarkan menyalak. Aku langsung lompat meninggalkan tempat tidur begitu terbangun melihat jarum jam menunjuk angka sembilan. Masuk kamar mandi, cuci muka, kumur-kumur pasta gigi, handukan, pakai baju sedapatnya, pokoknya asalkan enggak telanjang, pakai masker, langsung tarik gas sepeda motor.

Baca juga:

Aku Non Muslim Memandang Tradisi Maaf-Maafan Lebaran

Semula, bangun lebih pagi tujuannya agar enggak terlalu berpapasan dengan banyak kendaraan di jalan. Lebih pagi memang tetap macet, tapi minimal kendaraan enggak terlalu padat. Terpenting pula, bangun pagi bikin persiapan jadi matang dan mood jadi bagus. Lupakan morning sickness. Gapai Morning Glory.

Jarak antara rumah dan kantor sesungguhnya dekat saja. Kalau dilihat dari Google Maps sekira lima kilometer. Namun, butuh perjuangan ekstra melintasi jalur padat, semisal pertemuan pasar tradisional, perlintasan kereta api, hingga empat kali lampu lalu lintas. Beruntung bila lagi dapat hijau. Kalau empat kali merah tentu saja menyita. Apalagi sekali lampu merah memakan kala sekira 120 detik. Kira-kira kalau ditotal empat kali reff lagu Zombie versi Aldi Taher-Dewi Persik.

maaf
Situasi lalu lintas Jakarta di pagi hari. (Unsplash-Indira Tjokorda)

Terjebak lampu merah sebenarnya masih biasa. Soalnya masih ketahuan ada hitungan detik. Paling menyebalkan saat tertahan di persimpangan mengarah pasar dan di dekat perlintasan kereta api. Di dua lokasi tersebut setiap orang kayaknya harus punya kesabaran tinggi karena emosi sedikit terkadang bisa sampai kelahi. Ampun deh bertarung pagi-pagi, mending bersarung, tidur.

Biasanya, di persimpangan mengarah pasar kemacetan terjadi karena parkir liar di jalan sempit hanya muat satu mobil, ada truk sedang bongkar muat, kendaraan enggak mau saling mengalah dari arah berlawanan, dan terkadang ada galian.

Makin rumit lagi karena di persimpangan enggak ada lampu lalu lintas, apalagi polisi lalu lintas. Paling-paling juru parkir akamsi alias anak kampung sini. Mereka pun terkadang kebingungan jika enggak ada satu kendaraan sudi mengalah di situasi macet. Udah pengendara enggak mau ngalah, satu pun enggak kasih uang jasa, berisik saling klakson, alhasil mereka gerendengan, atau paling parah ditinggal pergi cari sarapan biar kuat menghadapi kehidupan.

Maaf
Dari dalam Bajaj memandang lalu lintas pagi di Jakarta. (Unsplash-Adli Wahid)

Sulit memang meminta para pengendara patuh di jalan lokal pehubung permukiman karena enggak ada lampu lalu lintas apalagi petugas. Di jalan utama pun kadang masih suka mengabaikan tanda rambu lalu lintas atau kucing-kucingan dengan petugas. Aku jujur juga pernah begitu. Namun, di pagi ini, di hadapan umpatan para pengendara berteman orkestrasi klakson, aku bersumpah meski di jalan lokal pun tetap akan patuh terhadap segala ketentuan. Mengapa?

Begitu berhasil melintasi persimpangan mengarah pasar, laju sepeda motor tiba di dekat perlintasan kereta api. Secara perhitungan di atas kertas, lajur satu arah sepanjang lebih-kurang satu kilometer menuju perlintasan kuda besi, paling-paling enggak akan memakan kala sampai lima belas menit. Bahkan, setelah menyeberangi dua rel, perjalanan sudah tiba di jalan utama.

Namun, hitung-hitungan di atas kertas jadi bubar ketika dari arah berlainan serbuan pengendara sepeda motor memaksa lawan arah agar dekat menuju pasar. Mereka kebanyakan enggak menggunakan helm bahkan sampai dua baris di sisi kanan. Sudah berjalan di posisi enggak sepatutnya, senang main klakson, hentak-hentak gas, pasang muka garang, dan doyan mengumpat. Bukan main sebalnya para pengedara di jalur semestinya kepada mereka.

Aku hanya berani mengumpat di dalam hati. Bersupata semoga mereka, pengendara lawan arah tanpa helm, enggak dapat kerupuk dan bawang goreng pas beli nasi uduk. Enggak kebagian gula aren cair selagi makan lupis. Mudah-mudahan juga hilang lontong atau ketupat saat makan lontong sayur atau ketupat sayur. Ketinggalan acara musik tapi kebanyakan pembawa acara ngobrol, ngelawak, games, di televisi pagi hari. Amin!

maaf
Kemacetan pagi di sekitar Patung Selamat Datang. (Usnplash Andrian Pranata)

Memang semula sempat terpikir ingin mengucap keras-keras sumpah tersebut menggunakan alat pengeras suara, namun batal karena tahu terlalu treble suaranya dan pengendara lawan arah tanpa helm kelewat rebel. Lebih baik di dalam hati terdalam saja.

Aku sama seperti mereka, pengendara roda dua. Kita berbagi ruang bersama di jalan raya. Bersama mobil, bus, bajaj, bemo, sepeda, dan di jalan lokal sekunder berbagi ruang dengan ondel-ondel, entah memakai alat musik lengkap, musik dari pengeras suara, sampai tanpa suara, odong-odong, sampai motor roda tiga pengangkut galon.

Akan lebih enak bila kita saling menghargai. Semudah sama-sama patuh terhadap ketentuan berlaku umum di jalan. Ada tawran menarik kalau kita sama-sama taat dan patuh terhadap rambu lalu lintas. Paling masuk akal tentu efisiensi waktu. Aku punya perhitungan waktu tempuh dari rumah menuju kantor. Kamu pun tentu punya, dan ingin agar perhitungan terukur, malah kalau bisa presisi.

Coba perhatikan di situasi macet seperti biasanya, apakah ada waktu tempuh akurat di jalan? Tentu susah sekali beroleh perhitungan mendekati tepat. Justru berusaha agar lebih cepat, kemudian lawan arah, berakibat lebih lama di jalan bagi dirinya sendiri dan orang lain meski di jalur sesuai ketentuan.

maaf
Mikrolet di antara sepeda motor di jalan basah pagi hari. (Unsplash-Feby Elsadiora)

Jika semua patu dan taat saat berkendara kemungkinan besar masing-masing tujuan akan beroleh waktu tempuh mendekati akurat. Jangan hitung faktor kendala teknis pada kendaraan dan faktor eksternal semisal ada kecelakaan, atau tiba-tiba jalan ambles sedalam 70 meter. Silakan pakai perhitungan normal.

Misal arah pasar akan beroleh perhitungan waktu tempuh lima menit, tujuan stasiun terdekat hanya dua menit, dan mengarah kantor menghabiskan kala 25 menit. Sungguh harmoni di pagi hari. Semua akan beroleh Morning Glory.

Aku tentu akan meminta maaf secara terbuka terhadap semua umpatan di dalam hati tersebut apabila seluruh pengendara bersedia patuh dan taat sehingga masing-masing punya waktu tempuh akurat.

Baca Juga:

Mpok Minah 'The Queen' of Minta Maaf

Kalau enggak sepakat dan lebih senang tetap berantakan seperti sedia kala, aku masih ingin minta maaf karena enggak baik juga bersumpah serapah karena takut berbalik mengenai diri sendiri.

Sekali lagi aku minta maaf dari lubuk hati terdalam kepada pengendara lawan arah tanpa helm dengan muka garang, gemar main klakson, hobi main sentak gas, dan senang mengumpat, karena sesungguhnya kamu pemilik sah jalan tersebut, sementara aku meski sama denganmu sama-sama pengendara cuma anak tiri.

Kesalahan terbesarku di pagi hari tersebut bersumpah serapah kepada pengendara lawan arah tanpa helm telah menodai wawasan kebangsaanku. Parahnya lagi, bahkan jadi alasan utamaku minta maaf, sebab sesampai di kantor dengan tergesa ternyata satpam kantor menyambut dengan tawa terbahak. "Mas, kan libur. Rajin banget ngantor. Apa emang passionnya kerja. Kerja, kerja, kerja!". (*)

Baca juga:

Minta Maaf Laiknya Tom and Jerry Demi Show Off di Depan Orang Tua

#Mei Negeri Aing Maaf-maafan
Bagikan
Bagikan