Aku Menemukan "Rumah" Lagi Ketika PPKM Darurat

annehsannehs - Senin, 26 Juli 2021
Aku Menemukan
Happiness. (Foto Respondi)

AKU tiba-tiba menggunakan seragam sekolah. Cekikikan dengan teman-temanku menuju toilet lalu bercermin bersama. Setelah itu, kami pun diam-diam mengeluarkan ponsel dari saku dan mulai foto-foto di cermin untuk menunda belajar di kelas. Saat itu, kami berkumpul tanpa menjaga jarak dan menggunakan masker.

Namun, kejadian itu seolah hanya berlangsung selama beberapa menit. Mataku pun terbuka. "Yah, cuma mimpi," ungkapku kecewa. Akhir-akhir ini, aku terus bermimpi tentang masa-masa indah ketika SMA. Mungkin ini disebabkan karena kerinduan mendalam selama karantina di rumah saat PPKM darurat.

Aku tak tahan lagi. Di rumah, siklus kegiatanku hanya kerja, makan, tidur. Berulang-ulang saja. Aku biasanya selalu keluar rumah kini "dipaksa" untuk 'terpenjara' di rumah sendiri karena penerapan PKKM darurat imbas angka COVID-19 meninggi.

Ngopi cantik di coffeeshop menjadi kegiatan saat sebelum pandemi. (Foto- Pixabay/cocoparisienne)
Ngopi cantik di coffeeshop menjadi kegiatan saat sebelum pandemi. (Foto- Pixabay/cocoparisienne)

Kegiatanku setelah bekerja? Buka media sosial, mantengin feeds selama lima menit, tutup aplikasi, kemudian tanpa sadar membuka lagi aplikasi media sosial padahal baru aku tutup.

"You're all caught up" ungkap Instagram pertanda aku telah menyaksikan semua stories dan feeds di beranda Instagram-ku selama dua hari penuh. Kegiatanku itu menjadi kali pertama aku mendapatkan pesan karena cukup banyak mengikuti akun orang di Instagram.

Baca juga:

Pencinta Alam Wajib Menjajal 7 Jalur Terpanjang di Dunia Ini

Setelah berseluncur di media sosial dan pupus melihat segelintir berita duka, aku pun semakin menyadari dunia sedang tidak baik-baik saja. Begitu juga dengan kualitas hidupku semakin menurun selama patuh di rumah saja saat PPKM darurat. Dalam satu hari, aku bisa tidur sampai 12 jam. Jam tidurku pun sudah benar-benar terbalik. Aku tidur pukul sebelas siang, dan baru bangun pukul 11 malam. Aku jarang bersosialisasi dengan keluarga padahal tinggal serumah.

Kilas balik ketika sebelum PPKM diterapkan sedikit. Aku masih bisa memenuhi asupan berinteraksi dengan manusia sembari bekerja di kantor seminggu sekali atau liputan offline beberapa kali.

Selain itu, sirkelku pun masih mengatur pertemuan untuk hopar (house party) di salah satu kediaman temanku karena tidak memilki anggota keluarga lansia serumah dengannya. Walau tidak ke tempat hiburan, kami masih bisa bersendagurau sambil menikmati hidangan dan minuman favorit dipesan melalui ojek online.

Hopar. (Foto- pixabay/free-photos)
Hopar. (Foto- pixabay/free-photos)

Jujur saja, aku masih merasa kikuk ketika pertama kali harus tinggal di rumah lagi setelah bertahun-tahun tinggal sendirian. Awalnya hanya untuk menempuh pendidikan, tetapi aku akhirnya tetap ngekos ketika sudah lulus dan bekerja.

Takdir berkata lain. Aku harus kembali tinggal di rumah karena kepergian ayah kami. Di rumah hanya ada ibu dan adik laki-laki masih SMP. Mereka pasti repot dan kesepian. Aku, sebagai anak tertua, harus mengambil alih beberapa urusan, termasuk tinggal bersama-sama lagi dengan mereka.

Satu tahun berlalu, aku pun belum benar-benar merasa "pulang ke rumah". Aku merasa cukup kikuk untuk kembali tinggal bersama keluargaku, apalagi dengan 'aturan rumah' berbeda sejak kepergian sang kepala keluarga.

Baca juga:

Pandemi Membuatku Jauh Lebih Berkembang

Selama hampir setahun, mungkin aku menghabiskan waktu seharian di luar rumah selama empat kali dalam seminggu. Entah ini bentuk duka, kebingungan, atau aku memang belum menemukan kenyamanan karena perubahan-perubahan drastis. Maklum, aku bukan tipe orang bisa mengekspresikan kesedihan dengan baik, apalagi jika harus kuat ketika ditinggalkan sang ayah, kakek, dan nenek dalam kurun waktu 12 bulan. "Aku anak pertama, aku harus jadi paling kuat," tantang aku kepada diriku sendiri.

Memasuki PPKM, situasi di rumah pun semakin terasa asing. Aku dan ibuku work from home, adikku mengikuti kelas virtual. Kami memiliki kesibukan masing-masing, sehingga aku hanya ngerem saja di kamar. Setelah bekerja kurang lebih enam jam, aku pun enggak tahu lagi apa harus aku lakukan.

Selama ini, aku merasa "bahagia" (atau mungkin hanya mengisi waktu) dengan cara berkumpul bersama teman, menikmati hiburan dari live music, dan bersenang-senang sambil makan dan minum. Sekarang, bagaimana aku bisa menikmati kehidupanku?

Ketika bangun tidur, teman aku hanyalah makanan-makanan tergeletak di meja. Semua orang telah tertidur karena memang sudah malam. Masakan ibu sengaja tidak ditaro di kulkas menjadi pengingat agar aku tidak lupa makan.

Anjing peliharaanku. (Foto MP/Shenna)
Anjing peliharaanku. (Foto MP/Shenna)

Ketika hendak bermain dengan anjingku, ia pun sudah tertidur dan tidak tega untuk membangunkannya hanya untuk memenuhi keinginanku untuk bermain dengannya. Ketika ingin memesan camilan di aplikasi online, semua restoran sudah tutup. Alhasil, aku hanya meregangkan tubuhku kesakitan karena kebanyakan tidur sambil membuka media sosial di ponsel.

Begitu banyak orang kehilangan keluarga dicintai, atau berusaha mati-matian untuk menyelamatkan hidup akibat pandemi virus mematikan ini. Hal ini pun membuatku tersadar, aku harus berubah. Waktu bukan sesuatu bisa kuputar kembali, dibeli, atau diperpanjang. Aku harus lebih bisa menghargai waktu untuk bisa terhubung kembali dengan "rumahku" sebenarnya; keluarga.

Perlahan, aku mengembalikan jam tidurku. Di sore hari, aku akan bermain dan memandikan anjing peliharaanku tiga kali seminggu. Kegiatan tersebut pun membuatku jadi ada kesempatan untuk mengobrol dengan ibuku yang biasanya ngopi di depan rumah. Aku merasa lapar dan makan bersama adikku sambil menonton bersama di meja makan. Kami pun membahas tentang situasi kelas virtualnya di tahun ajaran baru.

View this post on Instagram

A post shared by shennarts (@shennarts)

Aku mulai bermain musik, bernyanyi, dan membuat diorama lagi. Segelintir kegiatan kesukaanku yang entah kenapa berhenti kulakukan. Selama PPKM darurat, aku lebih rajin untuk merawat diri, luluran, skincare, dan mendengarkan lagu sambil menghirup aroma menenangkan dari lilin aromaterapi. Sejujurnya, aku mulai enjoy dengan situasi di rumah dan tidak ada keinginan untuk pergi keluar rumah untuk mencari hiburan sama sekali.

Akhirnya, aku merasa "pulang" ke rumah. Mungkin selama ini "rumahku" telah lama hadir di sekitar aku. Meski begitu, aku belum mengaktifkan "indera" yang bisa mendeteksi kehangatan aku dambakan selama ini di rumah. Ternyata, kehadiran PPKM darurat membuatku menyadari terkadang rumah bukanlah empat dinding dan satu atap, melainkan tiga makhluk berkaki dua dan satu berkaki empat saling berbagi energi. (SHN)

Baca juga:

Loki Versi Lokal

#Juli Ngilmu Di Negeri Aing #Hobi
Bagikan
Ditulis Oleh

annehs

Bagikan