AJI Sebut 17 Pasal di RKUHP Ancaman Kebebasan Pers

Mula AkmalMula Akmal - Selasa, 06 Desember 2022
AJI Sebut 17 Pasal di RKUHP Ancaman Kebebasan Pers
Ilustrasi RKUHP. Foto: ICW

MerahPutih.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) selangkah lagi disahkan DPR. Namun, sejumlah kontroversi masih saja mengiringi karena dianggap ada beberapa pasal bermasalah didalam RKUHP itu.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) membeberkan beberapa pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi 30 November 2022. AJI menilai RKUHP berpotensi mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat, dan berekspresi.

Baca Juga:

Pengesahan RKUHP Perkuat Hukum Pidana Nasional

Ketua Umum AJI, Sasmito mendesak DPR dan pemerintah harus menunda pengesahan RKUHP karena akan memberangus kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.

"AJI akan terus bersuara sampai pasal-pasal bermasalah dihapus,” ujar Ketua Umum AJI Sasmito kepada wartawan, Selasa (6/12).

Sasmito juga menilai pembahasan RKUHP tidak transparan dan tidak memberikan ruang kepada publik untuk dapat berpartisipasi secara bermakna.

"Pemerintah dan DPR belum pernah menjelaskan pertimbangan-pertimbangan yang diambil terkait masukan-masukan dari publik, termasuk komunitas pers," ungkap Sasmito.

Sementara Anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan rencana pengesahan RKUHP oleh DPR, merupakan ancaman bagi kemerdekaan pers, karena banyaknya pasal yang bermasalah.

Menurut Ninik, pengaturan pidana Pers dalam RKUHP, menciderai regulasi yang sudah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Ia beranggapan, upaya kriminalisasi dalam RKUHP, tidak sejalan dengan apa yang diatur dalam UU Pers karena unsur penting berdemokrasi, dengan kemerdekaan berbicara, kemerdekaan berpendapat serta kemerdekaan pers.

"Hal itu mewujudkan kedaulatan rakyat,” katanya.

Ninik menegaskan dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani. Termasuk hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki.

Dewan Pers sudah menyampaikan kepada presiden bahwa RKUHP masih bermuatan membatasi kemerdekaan pers, dan berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik. Kemerdekaan pers dan berpendapat seharusnya tercermin dalam RKUHP yang baru.

Baca Juga:

Menkumham Klaim Pengesahan RKUHP Jadi Momen Bersejarah

"Kemerdekaan pers menjadi unsur penting menciptakan kehidupan bermasyarakat yang demokratis,” pungkas Ninik.

Berikut ini pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi AJI:

1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

2. Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.

3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.

4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.

6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.

7. Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.

8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.

9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.

10. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.

12. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan

Sebelumnya, pemerintah dan DPR telah menyepakati RKUHP pada pembahasan tingkat pertama. DPR berencana mengesahkan RKUHP pada sidang paripurna, Selasa (6/12).

DPR mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di tengah gelombang penolakan koalisi sipil terhadap RUU tersebut.

Setelah diketok pada rapat Pleno pengambilan keputusan tingkat satu, Kamis (24/11) lalu, DPR telah menjadwalkan RKUHP untuk disahkan sebelum masa reses anggota dewan 16 Desember mendatang.

Sementara itu menanggapi penolakan atas masih saratnya pasal bermasalah di dalam RKUHP sejak 2019 lalu, Menkumham Yasonna H Laoly kekinian meminta mereka yang tak puas untuk menggugat saja ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah disahkan.

"Kalau untuk 100 persen setuju tidak mungkin kalau pada akhirnya nanti masih ada yang tidak setuju, gugat aja di Mahkamah Konstitusi," kata Yasonna di kompleks parlemen, Senin (5/12). (Knu)

Baca Juga:

DPR Minta Pemerintah Pastikan Implementasi KUHP Tidak Rugikan Masyarakat

#KUHP #RUU KUHP
Bagikan
Bagikan