Agus Salim: Ketegasan Diplomat Berlidah Tajam

Adinda NurrizkiAdinda Nurrizki - Jumat, 13 Februari 2015
Agus Salim: Ketegasan Diplomat Berlidah Tajam
Foto: Youtube

MerahPutih Nasional - Kecermelangan Agus Salim di kancah politik membawanya duduk sebagai salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang mempersiapkan UUD 1945.

Ketika masa kemerdekaan, Agus Salim dipercaya menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Syahrir I dan II. Beliau juga pernah ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta.

Pada bulan April 1947, delegasi pemerintah RI yang dipimpin oleh H. Agus Salim tiba di Mesir untuk meresmikan hubungan antar dua negara. Rombongan bertemu dengan Raja Faruk, Sekjen Liga Arab, dan beberapa tokoh lainnya. Agus Salim menyampaikan rasa terima kasih Indonesia atas dukungan Mesir, Liga Arab, dan banyak pihak lainnya, serta mempererat hubungan persahabatan yang sudah ada di antara mereka.

BACA JUGA: Agus Salim: Jurnalis Berpena Tajam

Pada kesempatan itu, Agus Salim juga menyempatkan diri bertemu dengan Hasan al-Banna, pendiri dan pimpinan al Ikhwan al Muslimun yang akrab disebut Ikhwanul Muslimin (IM). Dalam kapasitasnya selaku Menteri Luar Negeri Indonesia, Agus Salim bersama Duta Besar Indonesia pertama di Mesir, HM Rasyidi, berbincang dengan Syeikh Hasan Al Banna untuk memperoleh dukungan perjuangan Revolusi Fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia Tahun 1947 di Kairo, Mesir.

Walaupun memiliki keramahan di dalam pergaulan internasional, Agus Salim terkenal garang terlebih saat membawa nama maupun kepentingan Indonesia. Kata-kata tegas bahkan cenderung pedas kerap terlontar dari mulutnya. Karena itulah banyak kalangan yang menyebut Agus Salim sebagai sosok diplomat yang berlidah pedang.

Agus Salim kerap pula menyampaikan sindiran tajam yang disampaikan dengan cakap dan cerdas. Hal ini dituangkan oleh harian New York Times yang menulis sikap Agus Salim ketika mewakili Presiden Soekarno menghadiri upacara penobatan Ratu Inggris Elizabeth tahun 1953 yang diselenggarakan di Istana Buckingham di kota London.

Kala itu dalam kapasitasnya sebagai Duta Besar Republik Indonesia pertama untuk Inggris Raya, Agus Salim hadir mengenakan peci hitam yang menutupi rambut putihnya dan menghisap rokok. Aroma rokok yang dihisapnya sangat berbeda dengan yang selama ini dikenal para tamu, maka ia pun menjadi pusat perhatian.

Seorang pria Eropa (versi lain menyebutkan sosok tersebut adalah Pangeran Philip, suami Ratu Elizabeth II) sangat penasaran dengan aroma rokok ini. Ia bertanya kepada Agus Salim, "Tuan, apakah yang sedang anda hisap itu?"

BACA JUGA: Agus Salim: Pergumulan Politik dan Kisah Saling Ejek dengan Santri Merah

"Inilah Yang Mulia, alasan yang mendorong Barat mengusai (menjajah) dunia," jawab Agus Salim sambil menunjukkan rokok kretek "Dengan aroma khas dari irisan cengkeh, salah satu jenis rempah-rempah yang diperebutkan bangsa-bangsa Eropa dan melahirkan penjajahan di Indonesia," tegas Agus Salim.

Salah satu kepiawaian Agus Salim dalam berdiplomasi, digambarkan dalam buku Berjudul "Agus Salim: Diplomat Jenaka Penopang Republik" yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia bekerja sama dengan Majalah Tempo.

Saat itu Agus Salim turut serta sebagai anggota menjalankan tugas diplomasi dalam perundingan yang dilakukan di atas geladak kapal USS Renville pada Desember 1947, yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin.

Kemampuan bahasa asing yang dimiliki Agus Salim berperan besar manakala pihak Belanda mempersoalkan upaya Indonesia dalam melobi dunia internasional. Padahal menurut hasil Perundingan Linggarjati dan hukum internasional yang berlaku, kedaulatan Indonesia masih berada di bawah kerajaan Belanda.

Di sisi lain, Belanda sendiri melakukan pelanggaran perjanjian tersebut dengan melalukan Agresi Militer I pada 21 Juli 1947. Menurut Agus Salim, pengakuan dunia internasional atas Indonesia justru disebabkan oleh serangan Belanda. Saat itu Agus Salim dengan lugas mengatakan kepada para delegasi Belanda, “Kalau tuan-tuan melancarkan sekali lagi aksi militer terhadap kami, kami akan mencapai pengakuan de jure dari seluruh dunia,” tegas Agus Salim.

Berbagai kiprah perjuangan yang ditujukan Agus Salim di dunia internasional membuat Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia memberi julukan kepadanya sebagai "The Grand Old Man of Indonesia".

Agus Salim wafat dalam kesederhanaan pada 4 November 1954 di usia 70 tahun. Presiden Soekarno lewat SK Presiden: Keppres No. 657/Tahun 1961, tanggal 27 Desember 1961 menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional terhadapnya. (man)

 

#Pahlawan Nasional #Dulu Dan Kini #70 Tahun Indonesia Merdeka #Agus Salim
Bagikan
Ditulis Oleh

Adinda Nurrizki

Bagikan