MerahPutih.com - Kerumunan massa yang mengabaikan protokol kesehatan pandemi COVID-19 terjadi paling tidak di lima titik akhir pekan kemarin. Mulai dari massa penjemputan Rizieq Shihab di Bandara Soekarno-Hatta, lanjut pertemuan di Petamburan, lalu ceramah di Tebet Jakarta Selatan dan Bogor Jawa Barat. Terakhir, hajatan di pernikahan anak pentolan FPI itu di Petamburan, Jakarta.
Peristiwa ini memicu pro-kontra netizen. Tagar #Indonesiaterserah kembali ramai diperbincangkan. Kerumunan itu seolah-olah menyia-nyiakan kerja keras warga menjaga protokol kesehatan, berkorban bekerja di rumah, kehilangan pendapatan akibat pemutusan hubungan kerja, atau hanya berada di rumah selama 9 bulan terakhir karena pagebluk.
Tanggapan keras diungkapkan Dokter Tirta dalam media sosialnya. Dia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, mencabut aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bahkan, pemerintah pusat dinilai bersikap standar ganda lantaran tidak menghentikan atau menindak perkumpulan massa simpatisan FPI, termasuk dalam acara pernikahan putri Rizieq Shihab, Sabtu (14/11).
Baca Juga:
Kerumunan Massa Rizieq Shihab Jadi Paradoks Kepemimpinan Jokowi Tangani COVID-19
"Seorang tokoh datang ke sini membuat kerumunan di bandara sampai puluhan ribu orang. Lalu kemungkinan buat acara pernikahan yang dihadiri ribuan orang, malah pernikahannya diberi masker 20 ribu buah," tutur Tirta.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyindir penegakan protokol kesehatan COVID-19, yang belum sepenuhnya dilakukan terhadap elite agama dan elite politik.
Bahkan, dia menyentil Kapolri yang cuma sebatas mengimbau massa tidak berkerumun. Harusnya, kata dia, Satgas COVID-19, berani menegur dan menertibkan semua acara yang tidak mematuhi protokol, termasuk acara Rizieq Shihab.
Muhammadiyah membandingkan dengan cara-cara pemerintah pada para pedagang, yang kehilangan mata pencaharian akibat COVID-19, harus diuber-uber petugas agar menjaga protokol kesehatan.
"Pedagang pasar diuber-uber, bahkan tidak boleh jualan karena dianggap tidak memenuhi protokol COVID-19. Mereka kehilangan mata pencaharian karena COVID-19. Tapi, elite politik dibiarkan melanggar protokol saat Pilkada, elite agama dibiarkan melanggar hanya karena orang besar," kata Mu'ti dalam akun Twitter @Abe_Mukti seperti dilihat, Minggu (15/10).
Ketua SETARA Institute Hendardi menilai, pembiaran negara atas kerumunan massa yang mengiringi rangkaian kedatangan Rizieq Shihab dari Arab Saudi. Pihak berwenang, hanya menyampaikan himbauan agar kerumunan itu menerapkan protokol kesehatan. “Padahal, tugas pemerintah adalah mengambil tindakan hukum,” ucapnya.

Negara, kata ia mengabaikan perjuangan besar para tenaga kesehatan (Nakes) dan orang-orang yang berjuang menanggulangi COVID-19, para siswa-siswi sekolah yang sudah jenuh dengan belajar daring, dan para korban PHK yang tidak bisa menggapai impiannya untuk terus bekerja akibat ganasnya COVID-19.
"Pembiaran atas kerumunan yang diciptakan oleh massa pengagum MRS adalah bukti kegagapan Jokowi dalam kalkulasi politik yang menjebaknya,” kata Hendardi.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, betul-betul menegakkan Peraturan Daerah terkait COVID-19. Bahkan, ia mengapresisai denda Rp50 juta yang dikenakan pada Rizieq Shihab.
"Kami berharap kerja sama pusat dan daerah bisa berjalan dengan baik. Dan juga berharap semua tokoh-tokoh yang ada bisa bekerja sama agar kepatuhan (menerapkan) protokol kesehatan ini bukan karena ada sanksi, tetapi adalah sebuah kesadaran kolektif untuk melindungi diri sendiri dan juga diri yang lainnya," ujar Doni. (Asp)
Baca Juga:
Ketidakpatuhan Protokol Kesehatan Jadi Ancaman Nyawa Tenaga Medis