MerahPutih.com- Kelompok Teror Jamaah Islamiyah (JI) diduga merekrut para lulusan terbaik di berbagai lembaga pendidikan agama untuk menjadi calon pelaku teror.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, calon anggota JI yang dipilih adalah mereka yang memiliki kecerdasan dan loyalitas tinggi.
"Di samping itu yang tidak kalah penting kemampuan fisik ini menjadi pertimbangan JI merekrut pasukan JI," katanya kepada awak media yang dikutip, Rabu (30/12).
Baca Juga:
Kerja Kabinet Jokowi yang Melempem
Pihaknya menduga pondok yang santrinya direkrut oleh JI memiliki keterlibatan dengan organisasi JI.
"Diduga ada keterlibatan juga dari tokoh-tokoh di pondok itu," kata Rusdi.
Rusdi belum merinci Pondok Pesantren yang terafiliasi dengan kelompok JI. Yang jelas, informasi tersebut berdasarkan keterangan terpidana kasus terorisme atas nama JP alias Karso.
"Sekarang masih pendalaman Densus, pada saatnya nanti akan disampaikan pondok pesantren di mana saja yang direkrut berdasarkan hasil penyelidikan Densus 88," ujarnya.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menyampaikan, kelompok teroris Jamaah Islamiah menyiapkan dana sebesar Rp65 juta per bulan untuk kegiatan pelatihan. Biasanya kurun waktu masa pelatihan yang ditentukan adalah selama enam bulan.
Uang itu untuk bayar pelatih, makan selama pelatihan, dan juga ada untuk beli obat-obatan.
"Kemudian kalau ke Suriah berapa biaya yang dibutuhkan, sekitar Rp300 juta untuk berangkat ke Suriah untuk 10 sampai 12 orang," tutur Argo kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Menurutnya, sejauh ini perekrutan generasi muda JI sudah ada sejak 2011. Sebanyak tujuh angkatan terbentuk dengan total 96 orang peserta pelatihan dan bergabung dalam kelompok teroris tersebut. Dari 96 ini kemudian yang berangkat ke Suriah ada 66.
Berdasarkan keterangan JP alias Karso yang merupakan pelatih dan tahanan terorisme, dana tersebut berasal dari infak yang dikumpulkan. Termasuk juga dari para anggota aktif JI yang sejauh ini tercatat berjumlah 6 ribu orang.
"Banyak juga yang mengirim Rp100 ribu, ada yang Rp10 juta, Rp15 juta, Rp25 juta, bervariasi," sebut Argo.
Tentunya dana yang didapatkan ini digunakan dan dipersiapkan untuk gelombang berikutnya.
"Setiap angkatan mau berangkat, dimintakan infak ke anggota yang aktif tadi," tutup Argo. (Knu)
Baca Juga:
PBNU Soroti Intolerasi dan Ketimpangan Ekonomi Yang Semakin Parah di 2020