Opini

5 Upaya Hukum dalam Proses Pemilu 2019

Andika PratamaAndika Pratama - Jumat, 03 Mei 2019
5 Upaya Hukum dalam Proses Pemilu 2019
Kantor KPU. Foto: net

MerahPutih.com - Indonesia baru saja melaksanakan Pemilu 2019 serentak pada 17 April lalu. Pesta demokrasi tahun ini sangat spesial karena digelar berbarengan antara Pileg dan Pilpres. Namun, ada saja pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan hasil sementara Pemilu.

Terlepas dari berbagai kritikan terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sebetulnya telah ada dasar hukum, perihal upaya hukum yang dapat ditempuh dalam baik dugaan pelanggaran administratif pemilu, sengketa proses pemilu, dan tindak pidana pemilu, serta pengaduan pelanggaran etik dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemilu.

Advokat dan Konsultan Hukum, Fati Lazira
Advokat dan Konsultan Hukum, Fati Lazira

Pengaturan ini mempertegas, bahwa Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan (machstaat). Dengan demikian, upaya untuk mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu 2019 melalui jalur non hukum ("kekuasaan"), tidak berdasar dan keliru.

Menurut Advokat dan Konsultan Hukum, Fati Lazira, ada 5 (lima) upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemilu 2019

Pertama, Pelanggaran administratif pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Upaya hukum atas pelanggaran administratif pemilu, dilakukan melalui Bawaslu Kab/Kota, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu RI.

Sedangkan, putusan untuk penyelesaian pelanggaran administratif pemilu, dapat berupa: a). perbaikan administrasi terhadap tata cara prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b). teguran tertulis; c). tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan pemilu; dan d). sanksi administratif lainnya;

Dalam hal terkait Keputusan KPU berupa pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, upaya hukum dapat dilakukan ke Mahkamah Agung.

Kedua, sengketa proses pemilu yang ditempuh di pengadilan tata usaha negara, meliputi sengketa yang terjadi antar-peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.

UU Pemilu telah mengatur secara limitatif sengketa proses pemilu, diantaranya: Sengketa proses pemilu meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/ kota, atau partai politik calon peserta pemilu, atau bakal Pasangan Calon dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.

Sengketa proses pemilu merupakan sengketa yang timbul antara: a). KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu; b). KPU dan Pasangan Calon yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Pasangan Calon; dan c). KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Daftar Calon Tetap.

Namun, sengketa proses pemilu tidak bisa serta merta dapat ditempuh langsung ke pengadilan tata usaha negara, tanpa dilakukan upaya administratif di Bawaslu terlebih dahulu.

Ketiga, perselisihan hasil pemilu, yang meliputi perselisihan antara KPU dan leserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional yang hanya bisa diajukan di Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk itu.

Keempat, tindak pidana pemilu merupakan perbuatan atau tindakan yang dinyatakan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panwaslu Kecamatan setelah berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Ilustrasi

Kelima, pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu merupakan pelanggaran terhadap etika Penyelenggara lemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.

Terkait uraian singkat perihal upaya hukum tersebut di atas, peraturan terkait, masing-masing telah mengatur jadwal dan jangka waktu, sehingga pihak-pihak terkait mesti memastikan agar tiap-tiap upaya hukum yang ditempuh tidak prematur atau daluwarsa yang mengakibatkan upaya hukum tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). (*)

#Pilpres 2019 #Komisi Pemilihan Umum #Pemilu 2019
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan