2 Perspektif Sikapi 'Perdamaian' Jokowi dengan COVID-19 Versi DPR

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Senin, 11 Mei 2020
2 Perspektif Sikapi 'Perdamaian' Jokowi dengan COVID-19 Versi DPR
Presiden Jokowi ketika memberikan tanggapan mengenai Pelaksanaan PSBB, Kamis (7/5), di Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta. (Foto: BPMI)

MerahPutih.com - Anggota Komisi IX DPR, Muchamad Nabil Haroen mengatakan, ada dua perspektif yang dapat dilihat dari pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta masyarakat untuk berdamai dengan virus corona sampai ditemukannya vaksin.

"Pertama pemerintah harus lebih serius dan fokus dalam penanganan COVID-19. Kita masih melihat ada beberapa hal yang masih inkonsisten dan tidak terkoordinasi misal kebijakan antar kementerian yang tidak sinkron masyarakat menjadi bingung," kata Nabil kepada wartawan, Senin, (11/5).

Baca Juga:

Dapat Izin Khusus dari Kemenhub, Lion Air Group Kembali 'Terbang'

Kedua, Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam konteks agar masyarakat Indonesia bersiap pada tahapan-tahapan yang lebih luas, dari penanganan COVID-19. Ia mengakui, banyak prediksi terkait berakhirnya COVID-19, namun tidak ada yang bisa memastikan.

"Maka diperlukan kesiapan bersama, untuk kasus yang terburuk. Di antara persiapan itu, dengan menjaga ketahanan di lingkup terkecil, yakni keluarga dan lingkungan sekitar," ujarnya.

Jokowi
Presiden Jokowi. Foto: ANTARA

Nabil menjelaskan, saat ini Indonesia memang melalui periode yang tidak mudah. Pemerintah harus mengkoreksi banyak hal, strategi, kebijakan maupun eksekusi program dari kementrian masing-masing.

"Koordinasi antar kementerian harus lebih rapi, dengan eksekusi yang lebih baik dan sesuai dengan kepentingan rakyat," ungkapnya.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini melanjutkan, diperlukan juga adanya perbaikan, misalnya lebih banyak tes PCR untuk mengetahui kasus positif Corona.

"Jika dibandingkan dengan Vietnam, kita tertinggal sangat jauh. Vietnam mengklaim sukses mengendalikan penularan COVID-19. Negara ini memeriksa 2.2 orang per 1.000 penduduk dengan PCR, sedangkan Indonesia memeriksa 0,2 orang per 1.000 penduduk. Ini yang harus dikejar," beber Nabil.

Baca Juga:

Jokowi: Kita Beruntung Memilih PSBB Bukan 'Lockdown'

Tidak hanya itu, lanjut Nabil, penting juga yakni transparansi data sampai dengan membuka kurva yang berbasis data epidemiologis.

"Ini usulan dan pernyataan yang saya terima dari pakar epidemiologis. Kalau data tidak terbuka, siapapun nggak akan bisa memprediksi. Yang ada hanya pembiaran dan denial. Selain memang pemerintah harus bekerja keras lagi untuk memperbanyak tes, memperketat physical distanting, dan sembari mengatur agar sirkulasi ekonomi kerakyatan tetap berjalan," tutupnya. (Pon)

#COVID-19 #Virus Corona #Pasien Corona #Penyakit Corona
Bagikan
Bagikan