100 Dokter Gugur, Indonesia Lima Besar Terburuk di Dunia dalam Penanganan Pandemi

Andika PratamaAndika Pratama - Selasa, 01 September 2020
100 Dokter Gugur, Indonesia Lima Besar Terburuk di Dunia dalam Penanganan Pandemi
Ilustrasi COVID-19. (Foto: Antara).

MerahPutih.com - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati berduka cita atas wafatnya 100 dokter di Indonesia akibat COVID-19. Ia menyebut bangsa ini juga kehilangan tenaga kesehatan lain seperti wafatnya perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Mereka semua pahlawan pandemi.

Mufida mengatakan kehilangan dokter dan tenaga kesehatan adalah kehilangan aset besar saat bangsa ini masih berjibaku melawan Pandemi COVID-19. Penambahan orang terkonfirmasi positif terus mencetak rekor baru dan sama sekali belum menunjukkan tren penurunan secara nasional sejak kasus pertama diumumkan Maret silam.

Baca Juga

Pemkot Jakarta Pusat Akui Angka Penderita COVID di Wilayahnya Tak Kunjung Turun

Mufida menyebut data dari Pandemic Talks menyebut Indeks Pengaruh Kematian Nakes (IPKN) karena COVID-19 di Indonesia mencapai 223, yang berarti memiliki dampak kematian nakes terburuk di dunia.

"Ini bukan alarm kebakaran lagi, ini sudah alarm tsunami. Semua komponen bangsa harus bangun dari zona amannya, bahwa seolah kita tidak apa-apa. Bahwa ekonomi jauh lebih penting dari kesehatan. Jangan lagi Pemerintah menyebut wafatnya nakes kita karena tidak disipin. Adakah empati disana?" Kata Mufida dalam keterangannya, Selasa (1/9).

Test Covid
Test COVID-19. (Foto: Kanugrahana)

Mufida juga mengingatkan saat ini daya tampung rumah sakit untuk menangani pasien COVID-19 sudah penuh. Jakarta merilis per Jumat 28 Agustus 2020 kapasitas ruang isolasi dan ICU di RS rujukan sudah terisi 70 persen.

"Dokter dan perawat terus berguguran dan kapasitas ruang perawatan COVID-19 hampir 100 persen. Bisa dibayangkan apa yang selanjutnya terjadi? Italia yang pada awalnya sangat tinggi korban COVID-19, saat sudah berangsur turun, tapi kita masih terus menanjak," papar Mufida.

Seharusnya, kata Mufida, harus ada langkah yang revolusioner dan eksponensial dari pemerintah agar jumlah konfirmasi positif COVID-19 dan angka kematian karena COVID-19, menurun.

"Kita mengerti perlu program pemulihan ekonomi nasional yang terpukul akibat pandemi. Semua kebijakan untuk pemulihan ekonomi sudah dilaksakan, bahkan alokasu annggarannya tidak kecil. Tapi kami mohon peyelamatan nyawa rakyat, harus tetap menjadi prioritas. Negara harus mengutamakan pemulihan kesehatan terlebih dulu, sehingga bisa menata perekonomian dengan lebih optimal. Bukan sebaliknya, seperti saat ini," tegasnya.

Media luar dan dunia internasional menempatkan penanganan COVID-19 di Indonesia dalam lima besar terburuk di dunia. Mufida mengingatkan, penilaian itu terkonfirmasi dengan data-data yang sudah ia paparkan sebelumnya terkait belum turunnya kurva kasus konfirmasi positif, rasio kematian tenaga kerja kesehatah yang termasuk tinggi di dunia dan mulai penuhnya kapasitas rumah sakit.

Baca Juga

Update COVID-19 Selasa (1/9) 177.571 Positif, 128.057 Sembuh

"Disinilah jiwa kepemimpinan seorang kepala negara sekaligus kepala pemerintahan diuji. Apakah benar-benar seluruh jajaran melaksanakan semua arahan dan keberpihakannya terhadap pemulihan penyakit ini. Kami minta dengan segala hormat Bapak Presiden Republik Indonesia melakukan langkah-langkah yang nyata untuk menyelamatkan nyawa anak bangsa," pungkasnya. (Pon)

#Ikatan Dokter Indonesia (IDI) #COVID-19
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan