MerahPutih.com - Kapal kargo Rwabee milik Uni Emirat Arab (UEA) yang sedang berlayar di Laut Merah diduga dibajak sejak Minggu (2/1/2022). Kapal tersebut dikabarkan sedang mengangkut peralatan medis dan obat-obatan milik Arab Saudi dari Pulau Sokotra, sekitar 80 kilometer di timur Tanduk Afrika.
Dalam kapal kargo Rwabee yang disandera para pembajak tersebut, sejumlah awak kapal yang salah satunya awak berasal dari Indonesia, Surya Hidayat Pratama, Chief Officer, belum diketahui nasibnya hingga kini.
Baca Juga:
PKS Ingatkan Kemenlu Taat Konstitusi soal Normalisasi Hubungan dengan Israel
Pengamat Maritim dan Pendiri dari Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) Marcellus Hakeng Jayawibawa mengungkapkan keprihatinan dengan peristiwa yang menimpa pelaut Indonesia tersebut.
"Saya mendesak agar pihak-pihak yang memiliki otoritas agar bisa membuka jalur diplomasi yang dibutuhkan, agar bisa menyelamatkan warga Indonesia yang disandera." katanya.
Ia mengatakan, sangat mendukung langkah yang diambil oleh Serikat Pelaut Sulawesi Selatan (SPSS) yang telah berusaha menghubungi pihak KBRI di negara UEA.
Ia mengingatkan, tanggung jawab dari negara adalah negara mempunyai suatu hak melindungi warga negaranya yang berada di luar negeri.
"Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kemenaker, Kepolisian, TNI AL, Persatuan Pelaut Nasional dan Internasional dapat berkoordinasi dengan pihak keamanan di sana,"katanya.
Ia juga meminta, pemerintah sebaiknya juga berkoordinasi dengan agen, dan atau dengan pemilik kapal kargo Rwabee yang mempekerjakan pelaut Indonesia. Perlindungan hukum terhadap awak kapal adalah tanggung jawab negara.
Baca Juga:
DPR Minta Kemenlu Matangkan Rencana Evakuasi WNI di Afghanistan
Pemerintah Indonesia, kata ia, dapat turut serta menangani kasus pembajakan ini. "Karena dalam UNCLOS 1982 (konvensi hukum laut 1982) pada Pasal 100 yang berbunyi, Semua negara harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas atau di tempat lain manapun di luar yurisdiksi suatu negara.
Ia mengatakan, inilah saatnya untuk pemerintah menunjukkan tanggung jawab dalam melindungi pelaut Indonesia yang sedang mengalami masalah. Dengan ikut sertanya pemerintah untuk menyelamatkan pelaut yang disandera akan membawa dampak positif di mata masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia.
Saat iini ada hampir 1,2 juta pelaut Indonesia, baik yang bekerja di kapal perikanan maupun kapal niaga. Para pelaut memberi sumbangan devisa untuk negara. Dan, berdasarkan catatan dari International Labour Organization (ILO) mencatat bahwa Indonesia adalah penyuplai pelaut dengan sumbangan dari pekerja maritim sekitar Rp 150 triliun. (Knu)
Baca Juga:
Kemenlu Tegaskan Kedubes Jepang Tak Pernah Keluarkan Peringatan Ancaman Teror