Teknologi AI Mampu Deteksi Produk Palsu
Sabtu, 21 Oktober 2023 -
PRODUK palsu, tiruan, replika atau KW jadi pekerjaan yang sepertinya tak pernah terselesaikan bagi pemilik produk asli. Apalagi pada produk-produk jenama kelas atas nan mewah yang sering menjadi korban pemalsuan ini. Bukan hanya masalah cuan namun dapat meruntuhkan citra dari produk-produk itu.
Fashionphile, pasar online kelas atas, menawarkan program pelatihan untuk menjadi master yang berlangsung lebih dari 8 ribu jam. Orang belajar mengenali detail terkecil barang palsu, mulai dari kesalahan format tanggal pada tas Louis Vuitton hingga susunan logam yang presisi pada jam tangan Cartier.
Baca Juga:
Jenama Sepatu Lokal Heiden Heritage Kolaborasi Bareng Pokemon

Sementara itu, The RealReal menggunakan kombinasi indera manusia dan AI untuk mengotentikasi produk-produk mewah. Pemeriksaan pertama dilakukan oleh AI, yang dilatih pada 30 juta gambar untuk mendeteksi perbedaan kecil pada jahitan dan penempatan perangkat keras. Algoritma menilai risiko suatu barang dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti riwayat penjual dan popularitas produk di pasar gelap.
Kemudian teknologi ini akan memberdayakan konsumen untuk mengotentikasi barangnya sendiri dalam hitungan detik atau menit. Aplikasi berbasis AI seperti Entrupy mengklaim dapat mengidentifikasi produk desainer yang dicurigai palsu dengan foto yang diunggah.
Ordre Group, bekerja sama dengan merek seperti Louis Vuitton dan Burberry, telah mengembangkan Authentique, program yang menciptakan 'sidik jari digital' unik untuk setiap barang dan mendaftarkannya di blockchain, sehingga dapat dilacak dan aman.
Perjuangan melawan pemalsuan ini mendorong pemain industri besar dalam bidang fesyen bersatu dengan menstandarisasi ID digital bagi garmen dan tekstil. Seperti konsorsium Aura Blockchain, yang didukung oleh LVMH, OTB, dan Prada Group, mendigitalkan jutaan produk, menciptakan sistem berbasis blockchain untuk mengotentikasi barang-barang mewah. 'Paspor' digital ini untuk produk fesyen agar lebih dapat terlindungi dalam undang-undang di Eropa, yang akan mengatasi masalah pemalsuan.
“Semudah mengangkat telepon dan mengarahkannya ke suatu produk dan mengetahui apakah itu palsu atau asli,” tegas pendiri dan CEO The Ordre Group Simon Lock, seperti dikutip dari CNN Jumat, (13/10).
Baca Juga:

Seiring kemajuan teknologi, media sosial dan platform e-commerce masih bergulat dengan penjualan barang palsu. Meskipun undang-undang bertujuan untuk mengatasi masalah ini, penerimaan pasar terhadap produk palsu masih menjadi problem tersendiri. Etika pembelian barang tiruan masih diperdebatkan, karena konsumen seringkali kekurangan informasi tentang kondisi dan masalah pada pemalsuan.
Ketika barang palsu menjadi lebih canggih, metode otentikasi menjadi semakin kompleks. Teknologi seperti tanda pengenal digital, meskipun menjanjikan, kemungkinan besar tidak akan menghilangkan pemalsuan sepenuhnya. Perlunya mode hibrida yang menggabungkan teknologi dan keahlian manusia sebagai antisipasi pada pemalsuan. Kombinasi AI dan kecurigaan manusia dapat meningkatkan proses otentikasi.
Kemudian ID digital menimbulkan tantangan potensial, termasuk perlunya kesepakatan seluruh industri mengenai sistem otentikasi dan dampaknya terhadap pasar. Namun, teknologi ini memberikan transparansi dan kemudahan melacak, sehingga memberdayakan konsumen untuk lebih memahami riwayat pembelian mereka.
Daya tarik barang tiruan adalah lebih murah ketimbang produk aslinya, menjadi tantangan tersendiri pada produsen. Kemudian kebutuhan teknologi dan kolaborasi menjadi kunci untuk memerangi barang palsu dan memastikan konsumen menerima barang mewah yang asli. (mkn)
Baca Juga:
Rilis Buku Asal-Usul dan Sejarah Sepatu dari Berbagai Jenama