Lebanon Diantara Dua Wajah: Mia Khalifa dan Khalil Gibran
Senin, 19 Januari 2015 -
Merahputih Internasional - Belakangan ini nama bintang khusus dewasa, Mia Khalifa begitu populer di kalangan para netizen. Popularitas Mia begitu gadis kelahiran Beirut, Lebanon 21 tahun silam itu tak lepas dari kontroversi yang melekat pada dirinya. Mia dikecam habis-habisan di negaranya dan Timur Tengah, gara-gara keberaniannya mengenakan hijab saat beradegan dewasa dalam film biru. Begitu bertubi-tubinya serangan, hujatan dan kecaman terhadap model dewasa yang bernaung di bawah BangBros Production itu membuatnya angkat suara. “Kenapa dunia Arab begitu sibuk dengan diriku? Tidak adakah yang lebih penting seperti urusan pemerintahan dan kesejahteraan rakyatnya ketimbang mengecam aku? “begitu protesnya dalam wawancara dengan Washington Post.
Mia dibesarkan dalam keluarga Katolik Maronit, meski dalam pengakuan teranyar, Mia sudah tak lagi menjalani praktek keagamaannya. Tahun 2000 Mia bersama keluarganya bertolak dari Beirut dan menetap di Maryland, Amerika Serikat. Di negeri paman sam, ia menempuh pendidikan formal sampai meraih gelar BA dalam bidang sejarah. Dari keluarganya, Mia mendapat nama baptis Mia Callista.
Tahun 2014 menjadi titik balik dalam kehidupan Mia. Untuk pertama kalinya ia terjun ke industri film dewasa. Peristiwa tersebut bermula dari pertemuan tak sengaja Mia dengan seseorang yang jadi pelanggannya di tempat Mia bekerja sebagai pelayan restoran cepat saji. Tak lama setelah itu, pada tanggal 28 Desember 2014 Mia dinobatkan sebagai bintang film dewasa yang paling banyak dicari. Mia berhasil menyingkirkan nama beken lain di film biru seperti Lisa Ann. Atas “prestasi” itu, Mia ditolak keluarga bahkan kedua orangtuanya enggan berbicara lagi dengan Mia. Ia pun menyingkir ke Miami, Florida dan menetap di sana sampai sekarang.
Baca Juga : Mengenal Lebih Dekat Si Cantik Bintang Film Porno dari Libanon
Dalam konteks diametral, ada orang Lebanon lain yang sukses secara positif di Amerika Serikat. Siapa lagi kalau bukan pujangga, filsuf dan perupa Khalil Gibran. Sama seperti Mia, Gibran bermigrasi ke Amerika saat usia masih belia mengikuti sang ibu. Gibran lahir di kota Bsharri, kawasan utara Lebanon. Semasa mudanya, Gibran dikenal sebagai disiden politik dan aktivis dunia Arab. Ia tak pernah menempuh pendidikan formal, berkat didikan Kamila ibunya, Gibran berhasil mengembangkan sendiri bakat dan minatnya di bidang sastra dan seni. Dalam proses otodidaknya, Gibran banyak menekuni sastra Arab dan Reinasance. Seperti halnya Mia, Khalil Gibran besar dan dididik dalam keluarga Katolik Maronit, bedanya Gibran begitu mendalami figur Yesus dalam kitab suci Kristen yang kemudian mempengaruhi karakteristik sastranya. Apalagi salah satu pamannya adalah seorang pastor atau romo.
Pada umur 15 tahun, Gibran sempat kembali ke asalnya dan mengenyam pendidikan di Beirut, ibu kota Lebanon. Di kampung halamannya ia mendirikan semacam kelompok studi sastra yang diberi nama “al-Hikma”. Tapi rupanya Gibran tak betah di sana, pada tahun 1902 ia kembali ke Amerika dan menetap di Boston.
Tahun 1923 Khalil Gibran berhasil menerbitkan buku pertamanya “Sang Nabi”. Sebuah buku hasil permenungannya selama menyepi di studio ‘keheningan’ di Boston, Amerika. Buku itu diakui dunia sebagai salah satu maha karya yang layak disejajarkan dengan penyair besar sepanjang masa seperti Shakespeare dan Lao Tze. “Sang Nabi” sebetulnya berisikan rangkuman pemikiran filosofis Gibran yang ditulis dalam bentuk prosa liris. Banyak prosa lirisnya mempengaruhi para pembaca sehingga Gibran ditahbiskan sebagai seniman avant-garde, pencetus seni yang tak lazim namun bernilai tinggi. Ia berhasil menyebarkan nilai-nilai timur dalam karya sastranya. Sayang sekali, sampai meninggal 10 April 1931, Gibran belum berhasil memenangkan Nobel Sastra seperti sastrawan timur lainnya, Rabindranath Tagore.
Baca Juga: Band Amerika Ini Buat Lagu Khusus Untuk Mia Khalifa
Jika Mia Khalifa berhasil menjadi inspirasi band The Timeflies sehingga menuliskan lagu khusus untuknya, Khalil Gibran sukses menginspirasi John Lennon bersama bandnya The Beatles. Salah satu larik puisi Gibran dalam bukunya “Pasir dan Buih” (“Sand and Foam”) diambil alih John Lennon dalam lagu berjudul “Julia” di album “The White Album” tahun 1968. "Half of what I say is meaningless, but I say it so that the other half may reach you". Kalimat ini dipakai Lennon dalam syair lagu “Julia”. “Sebagian dari yang kukatakan mungkin tak berarti bagimu, tapi ketika harus kuungkapkan, sebagiannya lagi akan mempengaruhimu.” Begitulah Khalil Gibran, sosok yang disegani dan dicintai pada masanya. George Orwell dalam sebuah esainya mengakui bahwa ia tak pernah menyangka bahwa dunia timur bisa menulis seindah Sang Nabi dari Khalil Gibran dan Gitanjali karya Rabindranath Tagore. Dan di sinilah kita melihat dua wajah yang berbeda antara Gibran dan Mia Khalifa. Meski keduanya sama-sama berasal dari Lebanon, mereka menghembuskan roh zaman (zeitgeist) yang berbeda, yang satu baka sementara yang lainnya fana, Gibran penuh dengan nilai-nilai estetika yang abadi, sedangkan Mia hanya mengeksploitasi lekak-lekuk tubuh dan itu sifatnya sementara.
Jangan lupa Follow Twitter Kami @MerahPutihCom dan Like Juga Fanpage Kami di MerahPutihCom.
Berita Lainnya:
Demi Popularitas, Duo Serigala Umbar Sensualitas
6 Selebriti Dunia Dengan Usia Pernikahan Terlama