Undang-Undang Cagar Budaya, Azimat yang Mulai Usang

Eddy FloEddy Flo - Rabu, 11 Mei 2016
Undang-Undang Cagar Budaya, Azimat yang Mulai Usang
Sulaiman Harahap (kanan), pemerhati sejarah dan budaya dari Universitas Indonesia (Foto: MP/Noer Ardiansyah)

MerahPutih Budaya - Meski dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Alam, menjelaskan pentingnya melestarikan benda bersejarah namun aturan tersebut menurut pemerhati sejarah dan budaya bagaikan azimat yang mulai usang.

"UU itu seperti kitab suci negara. UU Nomor 11 Tahun 2010 bak azimat yang mulai usang. Ada, namun tidak diimplementasikan oleh pemerintah," kata pemerhati sejarah dan budaya Sulaiman Harahap di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (11/5).

Untuk Kota Depok sendiri, tambah Sulaiman, banyak bangunan sejarah yang kurang disentuh oleh pemerintah. "Contoh yang sangat nyata dan sungguh memilukan adalah rusaknya rumah peninggalan kolonial Belanda di RRI, Cimanggis. Rumah tersebut merupakan peristirahatan salah seorang istri Gubernur Jenderal VOC Van der Parra yang dibangun pada abad ke-17, 1775-1778 oleh Smith," tambahnya.

Rumah tua jarang mendapat perhatian dari pemerintah (Foto: MP/Noer Ardiansyah)

Di sini, masih kata Sulai, jelas merupakan dampak ketidakpedulian pemerintah dalam menjalankan amanat UU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Adapun poin penting daripada UU tersebut menyebutkan; (b) bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya; (c) bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya.

Pengertian Cagar Budaya sendiri, yang diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pasal 1 butir (1) yaitu “Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan”.

Rumah peninggalan Belanda di Cimanggis, Depok masuk dalam kategori cagar budaya (Foto: MP/Noer Ardiansyah)

Berdasarkan pengertian tersebut, ada 4 hal penting yang melekat dan menjadi titik penekanan tentang cagar budaya yaitu: 1) bersifat kebendaan, 2) perlu dilestarikan, 3) memiliki nilai penting, dan 4) proses penetapan.

Dari keempat poin penting tersebut dapat dikelompokkan lagi menjadi dua kategori yaitu pertama kategori uraian dan identifikasi cagar budaya tersebut (menyangkut langsung terhadap benda tersebut) seperti a) bersifat kebendaan dan b) memiliki arti penting.

Kategori yang kedua yaitu tindakan stakeholder (komitmen) atas cagar budaya yang dimaksud seperti a) perlunya dilestarikan dan b) proses penetapan.

"Bangun karakter bangsa mulai dari pelestarian situs. Kita akan kembali menjadi bangsa yang besar kalau saja tidak melupakan sejarah," pungkasnya.(Ard)

BACA JUGA:

  1. Peziarah Kesurupan Saat Sentuh Benda Pusaka di Situs Beji, Depok
  2. Misteri Pusaka Bumi di Situs Beji, Depok Bikin Merinding
  3. Pasar Hewan Depok Jadi Lokasi Lomba Burung Dadakan
  4. Liburan Murah di Pemancingan Kabeda Depok
  5. Sejuk dan Rimbunnya Kampung 99 Pepohonan
#Cagar Budaya #Sulaiman Harahap #Rumah Tua Peninggalan Belanda #UU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan