Tim Advokasi Ahok Kritisi Keputusan Hakim

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Rabu, 10 Mei 2017
Tim Advokasi Ahok Kritisi Keputusan Hakim
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-Undangan Trimedya Panjaitan. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Tim Kuasa Hukum Bhineka Tunggal Ika mengkritisi sejumlah kejanggalan putusan Hakim Pengadilan Jakarta Utara terhadap kliennya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sidang vonis, Selasa (9/5) lalu.

Kuasa hukum Ahok, I Wayan Sidharta mengatakan ada dua hal yang perlu dicermati atas vonis majelis hakim PN Jakut.

"Yang menarik ada dua hal, pertama soal penahanan dan penerapan pasal 156a," katanya kepada awak media, di Kantor Pusat Badan Advokasi DPP PDIP, Gambir Jakarta Pusat, Selasa (9/5).

I Wayan menilai, penahanan kliennya sangat kontroversial. Hal itu dianggap tidak seperti biasanya, yaitu apabila seseorang tersangka tidak ditahan oleh penyidik karena penyidik memiliki hak subjektif dan pertimbangan bahwa seseorang tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, tidak mengulangi perbuatan, dan tidak mempersulit pemeriksaan.

"Pak Basuki sejak berstatus sebagai tersangka kemudian terdakwa telah menunjukkan dirinya memiliki tanggung jawab moral dan hukum atas perkara yang dihadapinya. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk melakukan penahanan terhadap Ahok," ucapnya.

Lebih lanjut, Wayan menyoroti soal penerapan pasal 156a yang dinilai sebagai pasal karet.

"Ya, ini pasal 156 dikenal dengan pasal karet, pasal gak keruan. Maka, 1 pasal tediri dari 2 alinea, bukan dua ayat, aneh bin ajaib. Yang satu tentang golongan, yang satu agama, pemerintah risau, semua orang bisa kena jaring, akhirnya dipindahkan UU 1 PNPS, jangan semua diraup jadi pidana, maka PNPS 65 diberi judul jelas supaya kelihatan tak eloknya putusan hakim ini," jelasnya.

Dalam PNPS 65, jelas diatur soal pencegahan penodaan agama. "Jadi kalau liat ada orang ga beres, itu dicegah. Diberi peringatan dulu," tegasnya.

Hal senada dinyatakan anggota Badan Advokasi DPP PDIP Ridwan Darmawan. Ia menjelaskan, dalam konteks penerapan pasal 156a harus ada proses yang dilewati,yaitu berupa peringatan tiga menteri atau SKB tiga menteri (Menag, Menkumham dan Kejagung). Faktanya, proses itu tidak dijalankan.

"Ternyata hakim memutuskan diluar fakta persidangan. Menjadi 156a yang terbukti. Padahal, dalam konteksnya pasal ini harus ada proses yang dilewati yaitu ada peringatan tiga menteri SKB tiga menteri. Itu sudah difinalkan oleh MK. Itu tidak dijalankan kemudian dia divonis atas pasal itu yang sejatinya sejak awal tidak dilakukan," tegas pria yang juga menjabat Ketua Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) itu.

Baca berita terkait vonis Ahok lainnya di: PDIP Prihatin Ahok Divonis 2 Tahun Penjara

#Sidang Ahok #Kasus Penistaan Agama #Basuki Tjahaja Purnama
Bagikan
Ditulis Oleh

Fadhli

Berkibarlah bendera negerku, tunjukanlah pada dunia.
Bagikan