SPS Luncurkan Antologi Puisi "Aku dan Merapi"

Widi HatmokoWidi Hatmoko - Kamis, 23 Februari 2017
SPS Luncurkan Antologi Puisi
ILUSTRASI, pembacaan puisi oleh sastrawan Ishakim. (FOTO Antara/Basri Marzuki)

Studio Pertunjukan Sastra (SPS) bekerja sama dengan Taman Budaya Yogyakarta, kembali menggelar Bincang-bincang Sastra. Kegiatan yang akan digelar pada Sabtu 25 Februari 2017 mendatang akan dibarengi dengan acara peluncuran antologi puisi Aku dan Merapi karya Tomon H.W.

"Kegiatan yang terbuka untuk umum ini akan diselenggarakan pada Sabtu, 25 Februari 2017, pukul 20.00 WIB di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta," kata koordinator acara Riska SN, Kamis (23/2).

Menurutnya, topik perbincangan tersebut akan diulas oleh Otto Sukatno C.R. selaku sastrawan sekaligus pemerhati adat budaya ketimuran.

"Akan tampil membacakan puisi antara lain, Joko Supriyadi (Dosen Kehutanan, UGM), Ammy Nurwati, M (Kepala Taman Nasional Gunung Merapi) dan Muhammad Ali Imron (Wakil Dekan III Kehutanan, UGM)," ungkakapya.

Ia mengatakan, bicara soal aku bersinggungan dengan Merapi, tidak bisa tidak akan bertalian erat dengan alam dan mitos-legenda yang ada di seputarnya.

"Bagaimanakah puisi-puisi akan berbicara mengenai alam sebagai suatu hal yang eksplisit sekaligus implisit? Agaknya dua hal tersebut yang tengah diolah oleh Tomon H.W. melalui puisi-puisinya yang berfungsi sebagai sebuah cara untuk berkomunikasi dengan alam tempat di mana subjek berada, hidup, berpijak di atas ibu bumi yang masih permai," paparnya.

Sleman, kata Riska, menyimpan alam yang teramat sangat indah, mitos tak putus-putus mengular, di samping itu ada agro wisata, pun menjadi pusat kaum intelektual muda berproses menemukan jati dirinya. Sleman sebagai bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta tentu menyimpan rahasia-rahasia alam yang masih banyak terpendam di antaranya.

"Tidak hanya soal Merapi sebagai poros utama kabupaten di sisi utara Kota Yogyakarta ini, namun juga menjadi inti puisi-puisi Tomon H.W," ucapnya.

Tomon H.W. yang selama ini dikenal sebagai penggiat budaya di Sleman, menurutnya juga dikenal kerap menggelar kegiatan yang berhubungan dengan alam. Misalnya, penanaman bibit pohon kemenyan demi keseimbangan alam di Gunung Merapi, juga kerap menggelar acara kesenian tradisional seperti jathilan yang dipadu-padankan dengan pembacaan puisi dan kesenian kontemporer.

"Kini Tomon H.W. yang juga menjabat sebagai lurah di Desa Wonokerto, Turi, Sleman yang acap kali membuat acara Gelar Potensi Seni dan Budaya Desa Wonokerto," tandasnya.

Menjadi menarik ketika kita akan membicarakan puisi-puisi karya penyair yang sekaligus seorang lurah. Tentu ia amat tahu seluk beluk alam desa serta kondisi situasi masyarakat di tempatnya memimpin. Sebab, boleh dibilang, Lurah merupakan struktur pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat sebelum masuk ke Pedusunan, RW, dan RT.

"Semoga acara ini dapat hadir sebagai pengingat bahwa manusia tidak bisa jauh dengan alam sekitar. Jika alam dilupakan, dihancurkan maka ia akan marah kepada manusia dan lahirlah bencana. Alam merupakan saudara secara spiritual dan memang demikian adanya hukum alam sebagai sebuah sistem dan ekosistem. Kota demikian sibuk dengan pembangunan yang merusak alam, merusak peradaban, merusak persaudaraan antarmanusa, menjadi sebuah bencana dalam bejana besar bernama peradaban zaman," pungkasnya.

Sumber: ANTARA

#Bentara Budaya Yogyakarta #Taman Ismail Marzuki #Dewan Kesenian Jakarta
Bagikan
Ditulis Oleh

Widi Hatmoko

Menjadi “sesuatu” itu tidak pernah ditentukan dari apa yang Kita sandang saat ini, tetapi diputuskan oleh seberapa banyak Kita berbuat untuk diri Kita dan orang-orang di sekitar Kita.
Bagikan