Sastrawan Revolusioner itu Telah Pergi


Penyair Sitor Situmorang
Merahputih, nasional- Kabar duka datang dari negeri Kincir Angin, sastrawan angkatan 1945 Sitor Situmorang tutup usia pada umur 90 tahun. Penyair yang dekat dengan Bung Karno ini meninggalkan jejak karya sastra yang tak lekang ditelan zaman.
Pria asli Batak ini menghembuskan napas terakhir kediamannya di Apeldoorn, Belanda karena lama mengidap penyakit Alzheimer. Sitor kini lebih banyak tinggal di Belanda karena ingin lebih dekat dengan aktivitas sang istri. Barbara Brouwer.
Logo Situmorang, putra Sitor mengabarkan kabar itu di laman Facebook Teater Koma, Sitor dikabarkan meninggal Sabtu 20 Desember 2014 sekitar pukul 21.00 waktu Belanda atau pukul 03.00 WIB pada Minggu dini hari ini.
Sejarawan JJ Rizal yang pernah menulis sejumlah buku Sitor juga menyiarkan warta sedih bagi dunia sastrawan tersebut lewat akun twitternya @JJRizal. "Pagi ini dapat berita dari Apeldoorn, sasterawan #Sitor Situmorang meninggal dunia..."
Adapun wartawan senior dan budayawan Goenawan Muhammad menulis di akun twitternya, "Sitor Situmorang tak akan pernah pergi."
Goenawan pernah berseteru hebat dengan Sitor kala ia membuat Manifesto Kebudayaan pada tahun 1963 bersama kalangan budayawan, penyair seperti HB Jassin, Taufiq Ismail, Arief Budiman (Soe Hok Djin) menentang politisasi kebudayaan dan teror terhadap aktivitas kebudayaan oleh Lekra maupun aparat pemerintah. Sementara, Sitor sebagai Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) menolak upaya dari sejumlah seniman yang tidak sejalan dengan keinginan cita-cita Revolusi Nasional yang diinginkan oleh Bung Karno. Belakangan mereka menjadi sahabat dan saling menghormati, bahkan Goenawan banyak mendukung kediaman Sitor ketika berada di Tanah Air.
Sitor Situmorang merupakan salah satu dari Angkatan 45 yang dipeloporiChairil Anwar. Angkatan 45 dalam salah satu pernyataannya menegaskan, bahwa mereka merupakan ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa sastra Indonesia merupakan bagian dari modernisme sastra dunia.
Sitor Situmorang merupakan sastrawan yang mendunia. Sitor berhasil meresapi semangat kesusastraannya. Sitor mampu menerjemahkan kehidupan ke dalam karya-karyanya.
Karya-karya Sitor sebagian bercerita tentang kampung halaman. Karya-karya Sitor telah memperkaya dunia kampung halamannya dengan sastra yang mendunia. Bahkan membawa kampung halamannya ke pentas dunia. Seperti raganya yang pernah singgah di beberapa kota dunia: Singapura (1942), Amsterdam (1950-1951), Paris (1952-1953). Sejak 1984 Sitor tinggal di Leiden dan Den Haag, Belanda.
Isi linimasa hari ini juga dipenuhi banyak kutipan puisi, prosa, novel dari Sitor yang memang amat puitis, romantis namun sekaligus realis dan menggelegak serta beberapa di antaranya lekat dengan spritualisme agama maupun adat Batak.
Penyair puisi fenomal “Malam Lebaran” itu seolah ingin menegaskan bahwa sastrawan tidak harus terjebak kepada semangat pembaruan yang tidak perlu. Puisi Malam Lebaran menjadi bahan perbincangan kalangan
sastrawan maupun akademisi kala itu , isinya satu kalimat cuma begini: "Bulan di atas kuburan.."
Sitor telah mencontohkannya dengan kembali ke bentuk lama: Pantun. Penyair yang lahir di Harianboho, Samosir, Tapanuli Utara, Sumatra Utara, 21 Oktober 1924 dengan nama Raja Usu itu menunjukkan bahwa sastrawan dapat bergerak leluasa ke belakang, ke masa sastra Melayu klasik. Sitor telah mengolahnya menjadi bentuk baru. Buku Multatuli karya Max Havelaar adalah inspirasi Sitor di masa kecil yang meneguhkan niatnya menjadi pengarang besar. Bakat menulis terasah saat menjadi wartawan di sejumlah harian nasional pada era 1940-1950 an.
Pantun, syair, dan soneta sudah ada dalam pelbagai khazanah Nusantara. Sitor menggunakan bentuk-bentuk tersebut. Sitor seolah ingin mengatakan bahwa ia seorang sastrawan yang mempunyai asal usul. Seseorang yang memiliki kampung halaman. Sitor tidak hanya memiliki akar tempatnya kembali, namun ia berhasil mengembangkannya.
Sitor penyair yang dekat dengan Soekarno. Ia aktif di gerakan politik. Pernah menjadi ketua Lembaga Kebudayaan Nasional/LKN (1959-1965), anggota Dewan Nasional, anggota Dewan Perancang Nasional, anggota MPRS, dan anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (1961-1962). Lebih dari 200 sajak telah dihasilkannya.
Rezim Soeharto menganggap dia pengikut setia Bung Karno dan dekat dengan seniman Lekra (onderbouw lembaga kebudayaan PKI) sehingga dijebloskan ke penjara dari 1967 sampai 1974 tanpa pengadilan, meski dituduh terlibat Gerakan 30 September 1965.
Berikut sejumlah karya Sitor, Pertempuran dan Salju di Paris (1956) kumpulan cerita pendek; mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN untuk prosa yang terbit tahun 1955-1956. Peta Perjalanan (1976) kumpulan sajak; mendapat Hadiah Puisi DKJ tahun 1978 untuk buku puisi yang terbit tahun 1976-1977. Buku-bukunya sudah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.
Sastrawan yang pada 2010 menolak Penghargaan Achmad Bakrie dan hadiah uang tunai Rp250 juta itu, juga menulis esai, lakon, dan menerjemahkan beberapa karya sastra asing. Dia pun menulis puisi dalam bahasa asing.
Buku-bukunya yang lain: Surat Kertas Hijau (1954), Dalam Sajak (1955), Wajah Tak Bernama (1956), Zaman Baru (1962), Dinding Waktu (1976), Angin Danau (1982), Jalan Mutiara (1954), Pangeran (1963), Sastra Revolusioner (1965), dan Sitor Situmorang Seorang Sastrawan ’45 Penyair Danau Toba (1982).
Selamat jalan, Bung Sitor! Salam untuk Multatuli, Soekarno, Pramudya Ananta Toer, Rendra dan Pablo Nerruda... Tetap berkarya di alam sana.. (bro)
Bagikan
Berita Terkait
Karya Sastra Klasik Indonesia Mulai Diterjemahkan ke Bahasa Asing, Fadli: Ini A Little Too Late

'Bunga Besi' Tida Wilson Hadirkan Panggung Puisi, Musik Eksperimental, dan Pameran Visual

Peluncuran Bunga Besi: Perayaan Sastra Visual dan Kolaborasi Lintas Disiplin

Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, dan Denny JA Sama-Sama Berpengaruh di Mata AI

Mengetahui Arti Epilog, Bagian Penting dari Karya Sastra

Mengintip Pameran Sastra Jakarta 2024 di Galeri HB Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta

Paduan Sastra dan Keroncong Menghibur Hati yang Kosong

DKJ Umumkan Para Pemenang Sayembara Novel dan Manuskrip Puisi 2023
Pasar Beringharjo Jadi Tempat Festival Sastra Yogyakarta 2022

JILF 2022 Gabungkan Sastra dengan Kota Jakarta
