Puspol Indonesia: JK Diduga Aktor di Balik Pecahnya Golkar dan PPP
Dua kubu Partai Golkar yang berseteru, Priyo Budi Santoso dan Nurdin Halid berjabat tangan saat sidang Mahkamah Partai Golkar, Februari 2015. (Antara)
MerahPutih Politik - Mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla dituding bermain di belakang terpecahnya kepengurusan Golkar dan PPP.
Hingga kini perselisihan internal dalam tubuh Golkar tidak kunjung usai. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sudah mengesahkan kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Ancol, Jakarta pimpinan Agung Laksono sesuai putusan Mahkamah Partai Golkar.
Atas terbitnya putusan tersebut, kubu Aburizal Bakrie yang didukung Koalisi Merah Putih (KMP) geram dan melakukan perlawanan. KMP di DPR berencana mengeluarkan hak angket yang ditujukan kepada Menkumham, Yasonna H Laoly.
Menanggapi hal tersebut pemikir politik dan sosial Puspol Indonesia, Ubedilah Badrun menilai bahwa rezim Joko Widodo-Jusuf Kalla tengah mengintervensi kemelut beberapa partai politik, khususnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Golkar. Intervensi tersebut dilakukan karena ketakutan rezim Jokowi-Kalla terhadap ancaman penggulingan kekuasaan oleh partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).
Sebagai langkah awal untuk intervensi adalah pengesahan Kepengurusan DPP Partai Golkar versi Munas Ancol oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly.
"Tapi saya lihat Yasonna itu hanya sebagai eksekutor saja, otak dari semua ini adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla," ungkap analis politik yang akrab disapa Ubed saat dihubungi merahputih.com, Senin (16/3).
Ubed yang juga dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menambahkan, sebagai wakil Presiden tentu saja Jusuf Kalla mempunyai kepentingan agar rezim Jokowi-Kalla bisa bertahan selama lima tahun ke depan. Segala ancaman berbahaya harus diantisipasi sedini mungkin.(Baca juga: Safari Politik, Agung Cs Sambangi Kediaman Mega)
"Sebagai langkah awalnya ya mengobrak-abrik partai. Korbannya adalah PPP dan Golkar," sambung mantan aktivis pergerakan mahasiswa 1998 itu.
Ubed juga mengaku bahwa dirinya menerima informasi penting terkait pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Jusuf Kalla. Dalam pertemuan tersebut JK yang juga Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) diberikan tugas untuk melakukan penyusupan dan operasi senyap (silent operation) di beberapa partai politik yang berseberangan dengan pemerintah.
"Ini adalah kemunduran demokrasi," cetus Ubed.
Masih kata Ubed, sikap Kemenkumhan juga semakin aneh ketika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sudah mengabulkan gugatan yang dilayangkan mantan Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali, namun demikian Kemenkumham tidak segera menempuh langkah hukum untuk mengesahkan kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar Jakarta yang kini dipimpin Djan Faridz.(Baca juga:Putusan PTUN Jakarta Bukti Nyata Kemandirian Peradilan)
"Ini kan aneh dan terkesan pemerintah lebih memihak kepada kubu PPP pimpinan Romy (M Romahurmuziy/red)," tandas Ubed.
Sebelumnya, Jusuf Kalla menilai keputusan Mahkamah Partai Golkar harus diikuti dengan islah dengan kubu Aburizal Bakrie dalam penyusunan kepengurusan DPP yang berlaku hingga Oktober 2016. Meski demikian, JK tetap menghormati langkah hukum yang dilakukan kubu Bakrie.
Satu hal, JK menyatakan sikap kubu Agung Laksono mendukung pemerintahan Jokowi-JK tidak serta merta memberikan posisi tertentu kepada figur-figur yang ada di kubu tersebut. (bhd)
Bagikan
Berita Terkait
Jusuf Kalla soal Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ada Kekurangan, tapi Jasanya Lebih Banyak
Komisi II DPR Minta Pemerintah Tindak Tegas Mafia Tanah dalam Kasus Lahan Jusuf Kalla
Eks Wapres JK Murka Gara-Gara Mafia Tanah, Ini Duduk Perkaranya Versi Kepala BPN
Eks Wapres JK Geram, Tanahnya di Makassar Jadi Korban Mafia Tanah
Presiden Perintahkan Kader PKS Jadi Negarawan, Jaga Integritas
Jusuf Kalla, Nasaruddin Umar dan Arsjad Rasjid Serukan Perdamaian Dunia di Roma
Kader Partai Lain Loncat Gabung PSI, Jokowi Melihat Masa Depan Cerah
Pramono Bakal Tindak Bendera Partai yang Ganggu Keindahan Kota, Pasukan Oranye Jadi Andalan
Cari Silfester Matutina Tak Ketemu, Jaksa Minta Tolong Pengacara Serahkan Jika Benar di Jakarta