PSK Sarkem Bimbang Kebijakan Indonesia 2019 Bebas Prostitusi


Ilustrasi Prostitusi (MerahPutih/Alfi Rahmadhani)
MerahPutih Nasional - Hujan deras baru saja berlalu. Air belum usai berhenti dari langit. Di saat itu, semua orang yang brteduh di warung warung pinggir Jalan Pasar Kembang bersiap-siap kembali beraktivitas. Mereka yang membawa motor, bersiap dengan motornya. Mereka yang hanya mulai melangkah meninggalkan warung dengan sisa minuman teh manis sekadarnya, seperti pesanan yang tidak dibutuhkan.
Marni tidak meninggalkan warung. Dia tetap duduk santai di atas meja paling terluar dari warung, tepatnya hanya setengah meter dari sisi jalan.
"Jam segini (20.00 WIB) masih sepi. Biasanya ada tamu jam 10 (22.00 WIB). Tapi nek bar udan yo (kalau sehabis hujan) biasanya ada," katanya berseri-seri, saat berbincang dengan merahputih.com, di Jalan Pasar Kembang, Jumat (19/2) malam.
Marni adalah salah satu pekerja seks di Sarkem. Jam kerjanya seperti jam kerja para pedagang angkringan, mulai bersiap-siap sejak pukul 18.00 WIB. "Aku jam 6-7 udah di sini. Nek tamu ada jam segitu tadi," kata perempuan yang memberi nama Marni kepada pelanggannya itu.
Sarkem merupakan singkatan dari Pasar Kembang. Tmpat ini semerbak bagai namanya. Seakan wangi, dapat dihirup, tapi tak dapat dilihat. Lokalisasinya berada di salah satu gang Jalan Pasar Kembang.
Berdirinya lokalisasi Sarkem tidak terlepas dari keberadaan stasiun kereta, yang jaraknya hanya sekitar 200 meter.
Dahulu, pada tahun 1818, pemerintah kolonial Belanda membangun stasiun penghubung antarkota di Pulau Jawa, termasuk Stasiun Yogyakarta, yang kini dikenal sebagai Stasiun Tugu. Lokalisasi sengaja diadakan Belanda untuk pemenuhan biologis pekerja-pekerja pembangunan stasiun tersebut. Diperkirakan, sesuai karakter dagang kapitalisme Belanda saat itu, keberadaan lokalisasi itu sengaja dibuat untuk menarik peredaran uang para pekerja. Dengan begitu, para pekerja dengan mudahnya menerima apa pun pekerjaan yang ditawarkan Belanda.
Seiring perkembangan waktu, perempuan-perempuan di Sarkem justru merasakan bahwa kebutuhan ekonominya daoat terpenuhi. Satu per satu, dari mulut ke mulut, nama lokalisasi menjadi familiar. Tidak hanya bagi pria hidung belang, tetapi juga bagi perempuan yang merasakan himpitan ekonomi.
Mereka memilih jalan penjualan jasa seks. Seakan tidak ada pilihan lain di tengah keterbatasan modal ekonomi, keterbatasan pengetahuan, dan keterbatasan skill (kemampuan berkreativitas).
"Awalnya hidup banyak utang. Lah anak mau sekolah pake apa coba. Ijazah cuma ijazah SMP. Lah nek buka usaha juga harus punya skill, apalagi harus modal besar," kata Marni.
Alasan utama Marni adalah keterdesakan ekonomi. Ia harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Ditambah dua anaknya, yang kini tengah menempuh sekolah. "Nek sekolah gratis mangan gratis, yo mikir-mikir mangkal," katanya mengeluhkan keadaan ekonomi.
Marni mangkal saban hari. Ia libur bila ada keperluan keluarga dan kesehatannya tidak fit. Selebihnya, ia harus menjajakan tubuhnya, menjual jasa layanan seks kepada laki-laki hidung belang. Sekali pelayanan, Marni memasang tarif Rp100.000. Tarif ini di luar tarif sewa kamar. Tarif itu untuk pelayanan pendek atau paling lama satu jam. Untuk pelayanan panjang atau semalaman, atau sekitar 7 sampai 8 jam, ia memasang tarif Rp500.000.
Untuk mencari Marni tidaklah mudah. Umumnya, mereka tidak mangkal di pinggir-pinggir jalan. Mereka hanya duduk di tempat-tempat tertentu, seperti warung cafe maupun hotel atau losmen.
Begitulah mereka yang mangkal di Sarkem, tidak seperti PSK di tempat lainnya, yang memajang dirinya di pinggir jalanan.
Sarkem bukan tempat lokalisasi legal. Meski begitu, dengan bantuan LSM, para PSK Sarkem mendapat pemantauan kesehatan secara rutin. Bahkan, ada pembagian kondom gratis demi menjaga kesehatan PSK dari penyakit menular.
Di Kota Pelajar ini terdapat 500 lebih pekerja seks. Berdasarkan hitungan Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks, tahun 2015, sebanyak 250 di antaranya merupakan PSK Sarkem. Sisanya tersebar di berbagai tempat di Kota Yogyakarta.
Marni dan teman temannya kini terancam tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup dari pekerjaan ini. Pemerintah Kota/Kabupaten akan membersihkan lapak-lapak prostitusi. Ini sesuai kebijakan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk menciptakan Indonesia bersih dari tempat-tempat peostitusi.
"Di rakor itu kita buat targeting, 2017 bebas gepeng dan anjal. Lalu 2019 bebas lokalisasi," kata Menteri Sosial Khofifah, di DPR RI, Kamis (19/2).
Bagi Marni, rencana pemerintah membersihkan dari prostitusi akan sia-sia. Menurutnya, ada saja akal PSK agar tetap menujual jasa seks, tidak harus berada di tempat pangkalan.
"Mudah-mudahan kami dikasih modal. Aku mau bikin usaha kalau dikasih modal. Nek yang lain mboh. Zaman sekarang kan zaman canggih toh, bisa cari tamu lewat hp, internet. ML-nya di mana aja kan bisa," kata perempuan berusia 37 tahun ini.
Hujan mulai benar-benar reda. Warung mulai sepi, seiring rintik hujan yang juga berhenti. Marni berdiri, mematikan api rokoknya. Mengetahui orang yang ia ajak bicara bukanlah laki-laki "tamu", dengan ramah, Marni menyudahi obrolan. Pakaiannya yang tidak tampak seksi, hanya mengenakan baju ketat dan celana biasa, membuat kepergiannya tidak begitu menjadi perhatian pengunjung warung. Dari kejauhan, ia tampak memasuki sebuah gang kecil, di Jalan Pasar Kembang. (fre)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Polisi Diminta Usut Tuntas Kematian Mahasiswa Amikom, Bonnie Triyana: Tidak Ada Alasan yang Membenarkan Kekerasan Aparat Terhadap Pengunjuk Rasa

Pesisir Medan Berpotensi Banjir 22-28 Agustus, Hujan Lebat Akan Guyur DIY

Saat Libur Peringatan HUT ke-80 RI, Daop 6 Yogyakarta Alami Kenaikan Penumpang 5,5 Persen

85.792 Wisatawan Mancanegara Naik Kereta Api Selama Juli 2025, Yogyakarta Jadi Tujuan Tertinggi

Napi Lapas Cipinang Bos Open BO Anak Bawah Umur Masuk ke Sel Isolasi Khusus

Viral, Driver Ojol Dikeroyok karena Telat Antar Kopi, Ratusan Rekan Geruduk Rumah Customer

Satpol PP Grebek Lokasi Diduga Prostitusi di Balik Tembok Rel Jatinegara, 3 Wanita dan Miras Diamankan!

Film Dokumenter 'Jagad’e Raminten': Merayakan Warisan Inklusivitas dan Cinta dari Sosok Ikonik Yogyakarta

Buntut Kasus Prostitusi di Gunung Kemukus, Polisi Bekuk Pensiunan PNS Sragen

Libur Panjang, KAI Commuter Yogyakarta Tambah 4 Perjalanan Jadi 31 Trip Per Hari
