Pintu Air Sepuluh “Sangego” Sumber Kehidupan Masyarakat Tangerang

Salah seorang petugas Pintu Air Sepuluh “Sangego” sedang menunjukkan alat pendeteksi limbah di sekitar pintu air tersebut, Kota Tangerang, Kamis (22/9). (Foto: MerahPutih/Widi Hatmoko)
MerahPutih Megapolitan – Dahulunya, masyarakat menyebut bendungan yang terletak di Kali Cisadane ini, Bendungan Sangego. Namun, saat ini, bendungan yang terletak di wilayah Kecamatan Neglasari Kota Tangerang tersebut lebih dikenal dengan nama Bendungan Pintu Air Sepuluh. Nama tersebut diambil dari jumlah pintu air di bendungan tersebut.
Salah seorang Pelaksana Bendungan Pintu Air Supuluh, Dedi Lahmudin menjelaskan, bendungan ini dibangun pada tahun 1927 oleh pemerintahan kolonial Belanda. Bendungan ini dibangun untuk membendung air, sebagai sarana irigasi pertanian.
Bandungan Pintu Air Supuluh dibangun dengan 3 intek (pintu air kecil), yang terbagi di wilayah Tanah Tinggi (untuk mengaliri sawah di sekitar Poris), intek barat untuk mengalirkan air ke wilayah Sepatan, Pekayon, dan sekitarnya. Sedangkan untuk intek sebelah timur untuk mengaliri persawahan di wilayah Neglasari.
“Tapi, fungsi untuk pertanian sekarang sudah sangat banyak berkurang. Karena daerah persawahan sudah banyak yang menjadi kawasan perumahan, dan bangunan gedung,” ujar Dedi Lahmudin kepada merahputih.com, Kamis (22/09).
Meskipun saat ini hanya ada sekitar 22 441 hektar sawah yang membutuhkan air irigasi dari pintu air sepuluh, namun kebutuhan ari di dari bendungan tersebut menjadi sumber kehidupan masyarakat di wilayah Tangerang. Baik masyarakat Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Terlebih melihat kondisi kandungan air tanah di wilayah ini sudah banyak terkontaminasi oleh sisa hasil industri.
“Kalau air di bendungan ini habis, wah bisa bahaya. Karena ini sumber kehidupan masyarakat Tangerang dan sekitarnya. Air PDAM, baik PDAM milik pemerintah tau swasta di Tangerang, semua mengambil air dari sini. Bisa dibayangkan kalau air habis, atau kondisinya tercemar,” paparnya.
Untuk mengantisipasi agar air di bendungan tersebut tidak tercemar, di sekitar bendungan dipasang alat pendeteksi limbah berbahaya. Alat ini bisa mendeteksi limbah apa saja yang tercampur di air bendungan tersebut.
“Makanya, kalau dari alat tersebut kelihatan ada limbah apa yang masuk, tinggal kita telusuri saja di hulu, pabrik mana yang membuang. Karena, di situ kan ada layarnya, berapa persen limbah yang berbahaya, akan terlihat,” tandasnya. (widi)
BACA JUGA:
- Langenastran, Komplek Prajurit Keraton yang Kini Jadi Destinasi Wisata
- Bulan Depan, Kampung Langenastran Adakan Batik and Batok Night
- Idul Adha, Keraton Ngayogyakarta Gelar Gerebeg Besar
- Sering ke Yogyakarta, Alasan Dude Herlino Buka Bisnis Oleh-Oleh
- Warga Rebutan Peluru Senpi dalam Gerebeg Besar Yogyakarta
Bagikan
Berita Terkait
Serunya Uji Adrenalin Wisata Naik Rafting Menyusuri Sungai Cisadane Bogor
