Pengusaha Mebel Minta Pemerintah Cabut SVLK

Luhung SaptoLuhung Sapto - Minggu, 12 Maret 2017
Pengusaha Mebel Minta Pemerintah Cabut SVLK
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) di sela IFEX 2017. (Foto Biro Setpres)

Sejak diberlakukan pada pertengahan November 2016, pengusaha mebel menilai Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) justru menjadi penghambat untuk meningkatkan ekspor. Maka itu, kalangan pengusaha meminta Pemerintah mencabut aturan SVLK.

Muhammad Hidjrah Saputra, selaku pengurus DPD Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Cirebon, menilai para pelaku industri furnitur merasa keberatan jika verifikasi dilakukan secara penuh, baik untuk produk hulu maupun hilir, seharusnya cukup produk hulu saja.

“Aturan legalitas kayu menghambat laju ekspor furnitur. Harapannya, verifikasi cukup dilakukan di hulu saja, sementara di hilir sudah tidak perlu lagi," katanya dalam sebuah perbincangan dengan merahputih.com di area Indonesia International Furniture Expo 2017 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (12/3).

Direktur PT Cahaya Agung Abadi ini mengungkapkan awalnya kebijakan SVLK itu untuk mempermudah para perajin mebel dan kerajinan kayu di Indonesia dalam mengirim produk mereka ke luar negeri.

Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menandatangani kebijakan SVLK atau yang di Eropa disebut FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade). Padahal, tidak ada tuntutan dari buyer di negara-negara Eropa bagi eksportir dari negara-negara ASEAN yang tidak menandatangani FLEGT.

Tetapi dalam perjalanannya, kebijakan itu justru menambah masalah karena prosedur, persyaratan, dan birokrasinya rumit sehingga menghambat ekspor.

Namun, pengiriman mebel kayu dari negara-negara ASEAN yang tidak menerapkan SVLK ke Eropa ternyata tidak mengalami hambatan dan tidak dikenakan sanksi. Kalau kondisinya seperti ini terus, menurut Hidjrah, ekspor mebel Indonesia ke Eropa bisa kalah dengan Vietnam.

Guna menggapai nilai ekspor furniture dan kerajinan 3,5 tahun ke depan yang diperkirakan menyentuh US$5 miliar, Hidjrah meminta pemerintah untuk mencabut SVLK itu.

“Semoga ke depannya regulasi itu coba dihilangkan. Vietnam itu nilai ekspornya lebih tinggi dari kita, tapi mereka tidak menerapkan SVLK,” ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat membuka IFEX 2017 mengatakan bahwa pertemuan antara asosiasi, menteri-menteri, bahkan dengan dirinya selaku Presiden memang perlu dilakukan.

"Saya kira masalah-masalah itu akan kita selesaikan dengan baik. Tanpa ketemu, terutama pelaku-pelaku usaha, saya kira sulit kita mencarikan solusi," kata Presiden.

Hal ini disampaikan Presiden karena memang masih banyaknya masalah dan problem yang menghambat pelaku usaha sehingga perlu dicarikan solusi, termasuk pemberian insentif bagi industri di tanah air. "Itulah yang sedang kita proses, kita lakukan, ada yang sudah (diperbaiki). Hal berkaitan produksi, produktivitas, dan ekspor, inilah yang akan terus kita dorong," ucap Presiden.

Produk industri kehutanan merupakan salah satu produk ekspor nasional yang memberikan kontribusi dengan tren yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir sebesar 2 persen.

Nilai ekspor produk industri kehutanan tercatat US$10,6 miliar pada 2015 atau 8 persen dari total ekspor non migas Indonesia. (Pon)

#Presiden Joko Widodo #Sistem Verifikasi Dan Legalitas Kayu #IFEX 2017
Bagikan
Ditulis Oleh

Luhung Sapto

Penggemar Jones, Penjelajah, suka makan dan antimasak
Bagikan