Menelusuri Jejak Sejarah Perlawanan Rakyat Banten di Bibir Kali Cisadane
MerahPutih Wisata - Kali Cisadane di jantung Kota Tangerang, menjadi saksi sejarah perlawanan masyarakat Banten melawan penjajah kolonial. Untuk mengenang perjuangan rakyat Banten, Pemerintah Kota Tangerang membuat beberapa replika seperti menara benteng, dan meriam yang moncongnya mengarah ke seberang Kali Cisadane, atau ke arah Banten.
Kawasan Kali Cisadane kini menjadi obyek wisata sejarah bagi pengunjung. Salah seorang sesepuh Kampung Kali Pasir, Achmad Syairodji menyebut, di kawasan berdirinya meriam dan menara benteng hingga belakang Masjid Kali Pasir, dahulunya adalah benteng pertahanan Belanda untuk menghalau serangan masyarakat Banten.
"Itu kan dulu sejarahnya ada benteng Belanda. Posisinya dari belakang Robinson sampai deket masjid Kali Pasir,"ujar Achmad Syairodji kepada merahputih.com.
Sebelum tahun 1740, kata Syahrodji, kawasan ini juga banyak dihuni oleh masyarakat Tionghoa peranakan, yang disebut Cina Benteng. Namun setelah kolonial Belanda di bawah pimpinan Jenderal Valckiener melakukan pembantaian besar-besaran kepada warga Tionghoa peranakan di Batavia, warga keturunan ini banyak menyingkir ke wilayah Sewan, dan pinggiran Tangerang.
"Makanya ada sebutan Cina Benteng, itu kan warga Tionghoa keturunan yang dulunya tinggal di sekitar benteng. Kalau sejarahnya mah, mereka menyingkir ke wilayah Sewan dan daerah pinggiran Tangerang, pas ada pembantaian warga Tionghoa oleh Belanda di Batavia, sekitar tahun 1740," katanya.
Sejarah benteng di sekitar bantaran Kali Cisadane di Kampung Kali Pasir ini, juga tidak lepas dari sejarah perlawanan masyarakat Banten yang kala itu dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa, serta Tumenggung Arya Wangsakara, Arya Yudha Negara dan Arya Jaya Santika, yang kemudian disusul oleh Pangerang Soegri, salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa.