Membangun Peradaban Kampung Cacing di Bantaran Sungai Cisadane

Widi HatmokoWidi Hatmoko - Rabu, 18 Januari 2017
Membangun Peradaban Kampung Cacing di Bantaran Sungai Cisadane
Warga Kampung Cacing sedang berada di mushala yang baru.(MP/Derry Ridwansyah)

Tangerang- Kampung Cacing adalah sebuah perkampungan kecil di bantaran Sungai Cisadane, yang berada di wilayah Kelurahan Karawaci, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang. Letak Kampung Cacing ini berada di tengah-tengah jantung Kota Tangerang.

Sebutan Kampung Cacing sendiri karena warga yang singgah di bantaran sungai tersebut adalah para pencari cacing sutra, yang berasalah dari berbagai daerah seperti Pandeglang, Cirebon dan Madura, yang saat ini menetap sebagai warga Kota Tangerang. Kampung Cacing dihuni oleh 40 kepala keluarga, yang semuanya berprofesi sebagai pencari cacing sutra di Sungai Cisadane.

Mh Thamrin, petugas marbot atau penjaga mushala di Kampung Cacing ini mengungkapkan, mencari cacing sutra di Sungai Cisadane ini dilakukan secara turun-temurun dari warga yang singgah di kawasan tersebut. "Mencari cacing sutra ini sebenarnya sudah merupakan budaya turun-temurun yang dilakukan oleh warga Kampung Cacing sejak puluhan tahun lalu," ujar Mh Thamrin kepada merahputih.com, Rabu (18/1).

Kondisi perumahan warga Kampung Cacing yang terbuat dari bambu dan bertingkat, untuk menghindari saat luapan Sungai Cisadane merangsek ke rumah mereka. (MP/Derry Ridwansyah)

Menurut Thamrin, Kampung Cacing di bantaran Sungai Cisadane memiliki potensi dalam membangun ekonomi kreatif. Karena, menurutnya, secara mandiri masyarakat telah mampu memanfaatkan populasi cacing sutra di Sungai Cisadane ini menjadi salah satu mata pencaharian dan sumber penghidupan tanpa harus merusak lingkungan.

"Menurut saya, ini tinggal bagaimana lembaga-lembaga terkait bisa ikut andil memberikan sumbangsih, bagaimana bisa membangun potensi warga di Kampung Cacing ini bisa menjadi lebih baik," katanya.

Untuk mengawali dalam membangun peradaban warga Kampung Cacing, Mh Thamrin mengaku, saat ini kampung tersebut sudah memiliki mushala, sebagai sarana ibadah, serta tempat warga untuk berkumpul membangun kegotongroyongan. Karena, setelah Kominitas Anak Langit yang berlokasi berdekatan dengan Kampung Cacing ini digusur oleh Pemerintah Kota Tangerang, mereka tidak memiliki sarana untuk beribadah, serta tempat untuk 'menyambungrasa' antar warga Kampung Cacing.

Beginilah aktivitas warga Kampung Cacing, di bantaran Sungai Cisadane. (MP/Derry Ridwansuah)

"Kalau dulu masih ada Komunitas Anak Lanit di sini, masih bisa shalat berjemaah bersama di Anak Langit. Makanya, ini kita paksakan harus ada mushala, dan alhamdulillah baru kemarin kita syukuran mushala baru," papar Mh Thamrin.

Selain itu, agar anak-anak warga Kampung Cacing ini mendapatkan pendidikan seperti mengaji serta pendidikan layaknya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Komunitas Anak Langit yang saat ini berlokasi di Cikokol, pulang pergi mereka diangkut dengan menggunakan odong-odong.

"Nah, sekarang tinggal bagaimana lembaga terkait bisa memberikan semacam pendidikan tentang managemen kepada para pencari cacing sutra ini agar lebih profesional. Karena ini merupakan potensi yang harus digali, sebagai sumber perekonomian masyarakat, yang juga bisa menjadi aset Kota Tangerang dalam membangun ekonomi kreatif," katanya.

#Kampung Cacing Cisadane #Sungai Cisadane Tangerang #Tangerang
Bagikan
Ditulis Oleh

Widi Hatmoko

Menjadi “sesuatu” itu tidak pernah ditentukan dari apa yang Kita sandang saat ini, tetapi diputuskan oleh seberapa banyak Kita berbuat untuk diri Kita dan orang-orang di sekitar Kita.
Bagikan