Melirik Kembali Kesaktian Pelana Kuda Pangeran Diponegoro


Pengunjung melihat karya yang dipamerkan dalam pameran Aku Diponegoro : Sang Pangeran dalam Ingatan, dari Raden Saleh hingga Kini di Galeri Nasional (Foto: Antarafoto)
MerahPutih Nasional - Pelana kuda Pangeran Diponegoro merupakan salah satu artefak yang sudah dikembalikan pemerintah Belanda kepada pemerintah Indonesia. Artefak ini kemudian kembali dipamerkan pada pameran bertajuk "Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa" di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta pada 5 Februari sampai 8 Maret 2015.
Sebagai bangsawan dan pejuang kemerdekaan melawan kolonial Belanda, Diponegoro adalah penunggang kuda yang cukup mahir. Dia memiliki istal di kediamannya sebelum perang Telgarejo terjadi. Instalnya memerlukan tak kurang dari 60 pemerihara kuda dan pemotong rumput untuk memelihara kuda Sang Pangeran.
Hal tersebut tergambar dalam katolog lukisan pameran 'Aku Diponegoro'. Dikisahkan, beberapa ekor kuda tunggangannya, seperti Kiai Gentayu, seekor kuda hitam dengan kaki putih, dianggap pusaka hidup. Kemahiran menunggang kuda Sang Pangeran memungkikannya berkelit dari kejaran personel pejajah Belanda, namun pada 11 November 1829, di ulang tahunnya ke-44, nasib baik Sang Pangeran habis.
BACA JUGA: Ternyata Penyebar Poster Wajah Pangeran Diponegoro adalah Para Seniman
Oleh penjajah, Pengeran Diponogoro disergap di sebuah pegunungan Gowong oleh Mayor A.V. Michiel dan Pasukan Gerakan Cepat ke-11 yang terdiri dari pasukan Ternate, sebuah kolompok yang terkenal dengan kemampuan lacaknya. Untuk menghindari sergapan dari pasukan Ternate, Sang Pangeran terpaksa melompat dari kudanya ke lembah terdekat, di mana ia bersembunyi di bawah gelagah kuda, tombak pusaka, dan seluruh jubahnya pun ikut dirampas.
Pelana kuda termasuk barang yang dirampas Belanda usai Pangeran Diponegoro disergap di Pegunungan Gowong oleh AV Michiels dan Pasukan Gerak Cepat ke-11 dari Ternate yang terkenal dengan kemampuan lacaknya, 11 November 1829. Dikisahkan dari katalog pameran 'Aku Diponegoro', sang pangeran terpaksa lompat dari kudanya ke lembah terdekat di bawah gelagah, kuda, tombak dan jubahnya dirampas.
BACA JUGA: Pangeran Diponegoro Bukan Sekedar Pejuang Kemerdekaan
Tombak dan pelana kuda yang menjadi rampasan tersebut kemudian dikirimkan kepda raja Belanda, Willem I pada 1813-1840, sebagai rampasan perang. Namun seiring perkembangan waktu dan zaman, benda-benda pusaka sang Pangeran tersebut akhirnya dikembalikan kepada pemerintah Indonesia oleh Raja Juliana (pemegang tahta kekuasaan pada 1948-1980) dibawah ketentuan kesepakatan budaya Belanda-Indonesia pada tahun 1968.
Konon, pelana kuda ini dapat memancarkan semangat juang Pangeran Diponogoro. Kini, pelana kuda yang dibuat pengrajin asal Yogyakarta ini menjadi koleksi Museum Nasional. Ukuran artefak ini adalah 70x50 cm. (hur)
Bagikan
Adinda Nurrizki
Berita Terkait
ARTSUBS 2025 Hadirkan Ragam Material dan Teknologi dalam Ruang Seni yang Lentur

PT KAI Gelontorkan Rp 3,05 Miliar Buat UMKM, Termasuk Pameran Internasional

Pameran ART SURA 2025 Bakal Tampilkan 172 Seniman dan 236 Karya Seni

Berlian dan Waktu: Eksplorasi Narasi Alam lewat Pameran Interaktif di Jakarta
Jakarta Fair Kemayoran Pada Tahun Ini Berkurang 7 Hari

Anak Gym Mesti Merapat, Indonesia Fitness Expo 2025 Pertemukan Penggemar Olah Raga dengan Jagoan Industri Kebugaran

Berbagai Aktivasi Seru yang Bisa Kamu Jumpai di Area 'This Is Taylor Swift: A Spotify Playlist Experience'

Pameran Lukisan Yos Suprapto Dibatalkan, Dianggap Bentuk 'Pemberedelan' dan Jadi Preseden Buruk

Aharimu Buka Pameran Seni Solo Bertajuk 'Figure A'

Pokemon Festival 2024 Resmi Dibuka, Tawarkan Pengalaman Libur Tahun Baru Ceria
