Konflik PSSI yang Tak Lekang dari Tahun ke Tahun

Fredy WansyahFredy Wansyah - Sabtu, 18 April 2015
Konflik PSSI yang Tak Lekang dari Tahun ke Tahun

(Foto: Twitter #PSSI)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih Sepak Bola - Perseteruan di tubuh lembaga persepakbolaan di Tanah Air tak kunjung usai. Konflik Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) ibarat pepatah, tak lekang oleh waktu. Terbaru, hari ini, Sabtu (18/4), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menjatuhi hukuman kepada PSSI.

Bukan tanpa sebab, Kemenpora menjatuhi hukuman pembekuan karena pengabaian dua klub yang tidak mendapat rekomendasi ikut Qatar National Bank -peralihan nama liga dari Liga Super Indonesia (LSI). Konflik ini menunjukkan ketegangan antara PSSI dan Kemenpora terus berlarut-larut. Lantas, bagaimana sesungguhnya konflik ini dari tahun ke tahun?

2007


Pada tahun ini mulai meruncing perselisihan antara pemerintah, dalam hal ini Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemengpora), dengan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Adhyaksa Dault, pada saat itu sebagai Menegpora, menyatakan harapannya secara pribadi agar PSSI Nurdin Halid mundur.

Adhyaksa menegaskan kepada wartawan, Menegpora ingin PSSI dipimpin oleh individu yang tidak diragukan dalam hal masalah hukum. Artinya, Menegpora ingin pucuk pimpinan PSSI bersih dari masalah hukum.

Sebelumnya, pemerintah diminta publik sepak bola untuk menempatkan pembina tertinggi lembaga sepak bola di Indonesia bersih dari masalah hukum. Lembaga sepak bola internasional, induk PSSI, FIFA, pun mendesak pihak berwewenang di Indonesia melakukan ulang pemilihan ketua umum PSSI.

Sebab-musababnya, Nurdin Halid, yang memimpin PSSI sejak 2003, tersandung masalah hukum. Bahkan ia keluar masuk terali besi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dari sekian banyak masalah hukum, di antaranya ialah kasus gula impor ilegal, distribusi minyak goreng, dan kepabeanan impor beras.

Sekelumit masalah hukum tersebut dianggap Menegpora pada waktu itu melanggar Kode Etik FIFA. Di dalam Kode Etik FIFA termuat, lembaga sepak bola yang berada di bawah naungan FIFA tidak membenarkan adanya kepemimpinan individu yang terlibat masalah hukum.

2009


Masalah kepemimpinan PSSI tak kunjung usai. Bahkan, setelah desakan Menegpora pada 2007, kepemimpinan PSSI belum juga berubah. Opini publik sepak bola dan FIFA terus menyoroti lembaga pengasuh persepakbolaan di Tanah Air.

Hal yang menarik pada medio tahun ini, PSSI menyuarakan industrialisasi sepak bola di Tanah Air. Acuannya ialah negara-negara maju, seperti Eropa. PSSI ingin klub-klub di Tanah Air mengembangkan sepak bola modern, dengan adanya unsur olahraga dikombinasi unsur bisnis sebesar-besarnya. "Visi 2020 ini bertujuan memodernisasi dan industrialisasi, untuk memajukan sepakbola moderen di Indonesia," kata Nurdin Halid dalam perayaan hari jadi PSSI di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Minggu (19/4).

Pernyataan Nurdin Halid itu disampaikan pada saat sehari jelang musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) PSSI di tempat yang sama, Hotel Mercure. Dua hal yang disoroti di dalam Munaslub tersebut ialah ihwal statuta dan kepemimpinan Nurdin Halid. Usai Munaslub, Nurdin menyampaikan klaim bahwa dirinya telah didukung FIFA sebagai pemimpin PSSI hingga 2011.

2011


Peristiwa paling mencolok dan mengagetkan pubik sepak bola pada tahun 2011 ialah pembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, tepatnya per tanggal 28 Maret 2011. Andi Mallarangeng, selaku Menteri Pemuda dan Olahraga, melakukan pembekuan PSSI berdasarkan laporan dari KONI/KOI dan peraturan yang terdapat di UU SKN.

Di sisi lain, Pemerintah menyertakan Rita Subowo, selaku ketua Ketua Umum KONI/KOI. Sebelum mengambil keputusan, Andi mengaku telah berkomunikasi secara intens dengan pihak ketiga tersebut, Rita Subowo. Lagi-lagi, masalah tersandungnya Nurdin Halid dalam hukum menjadi persolan utama pembekuan ini.

Di tempat lain, perselisihan semakin runcing ketika suara di daerah menyuarakan dugaan adanya keterlibatan Nurdin Halid dalam kasus dugaan terima suap dana APBD Samarinda. Dugaan ini diketahui setelah Kejaksaan Negeri Samarinda menangani perkara mantan manajer Persatuan Sepakbola Indonesia Samarinda (Persisam) Aidil Fitri.

Awal mula pembekuan ini ialah gontok-gontokan pucuk kepemimpinan PSSI. Komite Pemilihan sebagai penyeleksi calon pemimpin PSSI hanya meloloskan dua nama menjadi calon ketua umum PSSI, yakni Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie. Namun, dua nama lainnya yang digadang-gadang bakal memimpin PSSI, George Toisutta dan Arifin Panigoro, tidak diumumkan ke dalam bursa calon.

Terkait pembekuan itu, Pemerintah menunjuk Agum Gumelar sebagai Ketua Komite Normalisasi. Tugas komite ini ialan menggantikan peran PSSI yang telah dibekukan tadi.

2013


Penyegelan kantor PSSI terjadi pada tahun ini, tepatnya pada Selasa (14/5/2013). Pelakunya ialah 14 caretaker Pengurus Provinsi (Pengprov) PSSI. Masalahnya penyegelan bermula dari pembekuan 14 caretaker Pengprov PSSI oleh Djohar Arifin, selaku Ketua Umum PSSI.

Dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI, Maret 2013, Djohar menyetakan tidak mengakui 14 Pengprov tersebut, antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Selanjutnya penyegelan dibuka oleh Polda beserta Anggota Komite Eksekutif (Exco). Roberto Rouw, salah satu anggota Exco, pada saat itu, menghadiri langsung pembukaan segel.

2015

 

Per hari ini, Sabtu (18/4), Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi membekukan PSSI. Masalahnya, PSSI mengabaikan tiga surat teguran tertulis. Dalam surat teguran tersebut, Menpora meminta PSSI segera memerintahkan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya untuk memenuhi permintaan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI).

BOPI menginginkan kedua klub tersebut melakukan verifikasi dan menyelesaikan dualisme. Inti pokoknya, BOPI hanya ingin menegaskan legalitas yang pasti di antara kedua "klub kembar" tersebut.

Dualisme bermula ketika adanya dualisme liga, antara LSI dan LPI pada 2011 lalu. Arema terpecah menjadi Arema dan Arema Cronus. Sementara Persebaya terpecah menjadi Persebaya dan Persebaya 1927. Pada saat itu, Persebaya 1927 bertanding di liga yang tidak "direstui" PSSI, melainkan bertanding di LPI. Malah, pendukung pecinta bola kebanggan Surabaya, Bonek, mendukung Persebaya 1927. Sebaliknya, Arema Cronus yang tampil di ISL mendapatkan dukungan fanatik dari Aremania. Bahkan, klub yang dimiliki keluarga Bakrie ini sempat bertanding untuk Piala Champion Asia. (fre)

#PSSI VS Menpora #Konflik PSSI
Bagikan
Ditulis Oleh

Fredy Wansyah

Berita Terkait

Bagikan