Kisah Pilu Bocah Penderita Hydrocephalus

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Kamis, 01 Desember 2016
Kisah Pilu Bocah Penderita Hydrocephalus
Penderita Hydrosephalus bernama Okta bersama pamannya. (Foto: MerahPutih/Noer Ardiansjah)

MerahPutih MegapolitanOktaviani (8), warga Jalan Dewi Sartika RT 02/14, Depok, Jawa Barat, mengalami kelumpuhan akibat menderita penumpukan cairan otak (hydrocephalus).

Keterbatasan biaya membuat bocah malang ini dipaksa menerima kenyataan pahit tersebut. Nasibnya semakin pilu, lantaran ibunya telah lebih dulu menghadap Sang Khalik, sedangkan sosok ayah yang seharusnya memberi dukungan dan kasih sayang justru pergi meninggalkannya entah ke mana.

Namun demikian, di tengah kisahnya yang pahit, beruntung Okta masih memiliki paman dan bibi yang dengan ikhlas merawatnya meski dengan segala keterbatasan. Maklum saja, Jumadi (65), sang paman hanyalah pedagang mainan keliling. Penghasilannya yang pas-pasan itu tentu tak cukup untuk memenuhi biaya pengobatan Okta. Alhasil, ketika usia tiga bulan hingga kini, bocah malang itu hanya mendapat asupan dan obat seadanya.

Ketika Okta ditangani, gejala yang dialami adalah muntah dan sesak pada pernapasan saat malam hari. Menurut dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM), Jakarta Pusat, ternyata Okta mengalami kelainan pada pernapasan. Bocah nahas ini pun harus dioperasi untuk membuat bantuan pernapasan lewat tenggorokan.

“Saat itu saya enggak percaya, tenggorokan Okta harus dilubangi. Untungnya saya sudah urus Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),” kata Jumadi saat ditemui di rumahnya, Rabu (30/11).

Sebelum ditangani saecara medis, pihak RSCM menyampaikan kepada Jumadi bahwa napas dari hidung Okta hanya 25 persen, sedangkan 75 persaen tidak keluar. Itulah penyebab Okta kerap sesak dan mual.

Operasi pertama dilakukan ketika Okta berusia 6 bulan. Operasi pemasaangan alat pada bagian kepala untuk menyedot cairan, dan operasai bantu napas dengan melubangi tenggorokan.

“Alat di kepala (pipisan) harusanya sudah diganti, karena sudah 5 tahun. Dan alat yang di tenggorokan (kanul), seharusanya sudah ganti ke-7 kali, ini baru ke-6. Seharusanya 3 bulan sekali diganti, karena kotor,” jelasnya.

Karena itu, dengan segala keterbatasan dana, Jumadi berharap agar pemerintah Kota Depok beserta masyarakat luas mau sedikit memberi perhatian terhadap bocah malang itu. “Dan saya juga berharap, semoga Okta lekas sehat walafiat,” harapnya. (Ard)

BACA JUGA:

  1. D’Kandang Farm, Wahana Ekowisata dan Edukatif di Depok
  2. Wagub Jabar Resmikan Gedung Sekolah Islam Terpadu Depok
  3. Ustaz Arifin Ilham Sambangi Polresta Depok. Ada Apa?
  4. Tersisa 22 Setu, Depok Rencanakan Pengembangan Wisata Air
  5. Setu Lio, Tempat Gaul Baru yang Asyik di Depok
#Hydrocephalus
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.
Bagikan