Kisah Dramatis Jemaah Haji Indonesia di Tragedi Mina 1990


Kondisi tragedi Mina 2015. (sumber: screen shoot al-jazeera)
MerahPutih Peristiwa - Kejadian di Mina, Kamis (24/9) waktu Indonesia kembali menorehkan kisah pilu. Peristiwa yang merenggut nyawa ratusan bahkan ribuan jemaah haji itu bukan yang pertama kali terjadi. Tercatat, tahun 1990 peristiwa yang memakan banyak korban jemaah haji terjadi di terowongan mina.
Seorang jemaah haji asal Indonesia dari kloter (kelompok terbang) 51 Halim Perdanakusuma Jakarta kembali menuturkan, kisah dramatis yang hampir saja merenggut jiwanya. Dalam peristiwa itu, ribuan jemaah haji, termasuk asal Indonesia wafat.
Slamet Arief Yani, seorang jemaah haji yang menjadi saksi mata peristiwa itu menuturkan, jika saat itu kondisi di dalam terowongan sudah tidak bisa terkendali.
"Jadi setelah wukuf di (padang) Arafah, perjalanan dilanjut ke muzdalifah untuk mengambil batu yang sedianya akan digunakan untuk balang jumrah (lempar batu). Jaraknya tidak begitu jauh, hanya sekitar 10 kilometer lebih. Namun karena padat, perjalanan itu memakan waktu kurang lebih enam jam," ujar Slamet Arief Yani saat dihubungi Merahputih.com, Kamis (24/9).
Setelah bermalam, sekitar pukul 08.00 waktu setempat, Slamet Arief Yani bersama 10 orang lainnya yang berasal dari kloter yang sama, beranjak ke tempat balang jumroh.
"Jadi saya dan 10 orang lainnya berangkat melalui terowongan (mina). Di sana ternyata sudah ada arus balik, jemaah haji yang sudah melakukan balang jumroh pagi-pagi sekali," kenang Slamet Arief Yani.
Saat rombongan arus balik bertemu dengan arus para jemaah haji yang hendak melakukan balang jumroh, situasi mulai tidak terkendali.
"Jemaah haji yang saya lihat dari labelnya, ada dari Nigeria, Pakistan dan Bangladesh. Badannya besar-besar dan tentu saja fisik mereka lebih kuat. Sementara jemaah haji dari Indonesia badannya lebih kecil. Apalagi kami semua sebenarnya agak lelah dengan perjalanan yang memakan waktu berjam-jam," tutur Slamet Arief Yani. Lanjut membaca
Lebih lanjut, lelaki yang saat ini berprofesi sebagai pengusaha properti itu menceritakan, kepanikan mulai muncul. Selain kendala bahasa, kipas di dalam terowongan yang menyuplai oksigen sempat mati. Lampu di dalam terowongan pun padam.
"Kita pakai bahasa isyarat dan jadinya malah salah paham. Sementara jemaah yang di belakang kita tidak mengetahui apa yang terjadi di depan. Mereka pun akhirnya mulai melempar batu. Suasana menjadi tidak terkendali. Apalagi tidak ada askar (petugas) yang mengawal atau menjaga," terangnya.
Kepanikan yang melanda membuat aksi fisik pun terjadi antara arus balik dan arus jemaah yang hendak melakukan balang jumrah.
"Terus terang, kami kalau fisik. Saya tidak tahu lagu sudah berapa kali kena sikut, jatuh terjerembab, terinjak-injak. Saya juga tidak tahu lagi berapa orang yang akhirnya saya sikut, dorong dan injak. Bahkan baju ihram yang saya pakai sampai lepas hingga saya telanjang bulat. Saya pun menarik baju ihram lainnya untuk menutup badan," ujar Slamet Arief Yani panjang lebar.
"Saya sempat kehabisan napas, mencari jalan keluar terowongan dan hampir pingsan. Waktu itu yang terpikir, kalau memang nyawa saya harus diambil saat itu juga, saya serahkan kepada Alloh," ujarnya.
Sampai pada akhirnya, menurut Slamet Arief Yani, ia dan dua orang rombongan berhasil melepaskan diri dari situasi yang sangat memilukan itu. Sementara sisa rombongan lainnya diketahui kemudian, wafat. Lanjut membaca
"Dari rombongan berjumlah 11 orang, cuma tiga orang yang berhasil hidup, sisanya menjadi syuhada. Saya kemudian melihat banyak sekali jemaah haji yang sudah tergeletak. Ada yang masih bernapas dan ada yang sudah tidak bernyawa," terangnya.
Menurut ayah tiga anak itu, peristiwa terowongan mina tahun 1990, lantaran kurangnya komunikasi dari petugas.
"Intruksi, komando tidak ada. Jadi kami berjalan sendiri-sendiri saja. Padahal seharusnya memang ada instruksi dari kepala maktab (membawahi beberapa kloter), agar bisa diatur waktu untuk rombongan dapat menjalankan rukun haji," terangnya tanpa bermaksud menyalahkan pihak manapun.
"Ya, ini namanya sudah takdir," tuturnya lagi.
Seperti yang sudah diberitaan sebelumnya, peristiwa yang memakan korban jemaah haji terjadi di jalan yang berada di tenda jemaah haji. Dilansir dari Al-Jazeera dan AFP, jumlah korban sudah mencapai 310 jemaah haji pada Kamis (24/9).
Sementara itu, jumlah korban luka-luka pun bertambah menjadi 450 jemaah. Sementara, belum ada keterangan resmi ada jemaah haji asal Indonesia yang menjadi korban tragedi Mina. Petugas haji Kementerian Agama Indonesia sudah bertolak untuk mengecek korban yang berasal dari Indonesia.
Untuk menanggulangi insiden tersebut, pemerintah setempat pun telah menyediakan 4.000 orang personil untuk membantu korban luka-luka, serta 220 mobil ambulans yang tengah menuju lokasi tersebut. (wan)
BACA JUGA:
- Korban Tragedi Mina dari Masa ke Masa
- Jemaah Haji Korban Tragedi Mina jadi 453 Meninggal dan 713 Luka-luka
- Duka Wapres JK dan Para Menteri untuk Korban Tragedi Mina
- Inilah Nomor Kontak untuk Informasi Jemaah Haji di Mina
Bagikan
Berita Terkait
Konflik Israel-Iran, Menag Sempat Waswas soal Kepulangan Jemaah Haji Indonesia

Kemenhub Sebut Ancaman Bom terhadap 2 Penerbangan Saudia Airlines Tidak Berdasar dan Diklasifikasikan sebagai Hoaks

Gegara Ancaman Teror Bom Saudia Airlines, Pemulangan Jamaah Haji Embarkasi Solo Terlambat

Kloter Jemaah Haji Mulai Pulang ke Tanah Air, Diingatkan Jangan Masukan Uang Tunai Lebih 100 Juta ke Koper

Suhu di Padang Arafah Tembus 50 Derajat Celcius, Jemaah Haji Indonesia Dimbau Tidak Keluar Tenda agar Terhindar dari Heatstroke

Dianggap Mencurigakan, Koper Jemaah Haji Indonesia Dibongkar Aparat Arab Saudi

3 Kriteria Jemaah yang Layak Mendapat Badal Haji

Sutiah Sunyoto, Jemaah Haji Tertua Berusia 107 Tahun Berjalan Kaki di Bawah Panas Terik Tanah Suci

Daftar 27 Rute Bus Shalawat yang Antar Jemaah Haji Indonesia ke Masjidil Haram

Antrean Sampai 21 Tahun, Jemaah Haji Asal Sumut Diminta Fokus Beribadah dan Anggap Berhaji Terakhir
