Ketika Mantan Tahanan Lapas Cebongan Pameran Karya


Lukisan Adjikoesoemo saat dipamerkan di Taman Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Selasa (2/2). (Foto: MP/Fredy Wansyah)
MerahPutih Budaya - Gelap. Hitam. Seram. Menyedihkan. Menakutkan. Mengerikan. Begitulah kata-kata yang dapat muncul ketika memasuki ruang pameran di Taman Budaya Yogyakarta (TBY).
Saat menginjakkan kaki di pintu masuk ruangan, sebuah lukisan ibu dengan mukenanya tengah berdoa. Lukisan itu berjudul "Ibuku Surgaku". Ia menghadap ke atas. Lukisan itu disertai kata-kata, dari sang pelukis, yang menyatakan bahwa lukisan ini memang tidak akan pernah diselesaikan tak ubahnya doa ibu untuk anaknya yang tak pernah usai pula.
Memasuki lebih dalam lagi, ruangan benar-benar gelap. Hanya ada penerangan lampu sorot berdaya kecil. Sorotannya tepat mengarah ke tiap-tiap lukisan. Semua lukisan berlatar gelap. "Loh, gelap banget. Kok gini pamerannya," terlintas seorang pengunjung saat baru memasuki ruangan pameran.
Begitulah, nuansa gelap sengaja didesain sedemikian rupa dalam pameran lukisan bertajuk "Pamer Gambar Sembah Bekti" dari seorang seniman sekaligus aktivis lingkungan, Adjikoesoemo.
"Saya masih butuh cahaya lain dari semua anak negeri ini, supaya bisa terang. Dengan terang, tidak akan ada gelap. Begitulah jawaban saya, kenapa nuansa gelap dipilih," papar pria yang akrab disapa Bung AK ini menjelaskan konsep ruang pamer yang gelap tersebut kepada merahputih.com di ruang pameran TBY, Kota Yogyakarta, Selasa (2/2).
Melalui lukisan-lukisan itu pula, Bung AK ingin menyampaikan kebenaran. Semua apa yang ia gambar di lukisan itu merupakan kenyataan dan pengalamannya selama di Polres Sleman dan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan Sleman. Pada saat itu, tepatnya 24 September 2014 hingga 6 Januari 2015, ia berada di balik jeruji besi.
"Pelanggaran HAM banyak terjadi di LP Cebongan di mana mereka tidak bisa membedakan antara tahanan dan narapidana, antara perbuatan kriminal dan pelanggaran HAM, juga tidak bisa membedakan antara membina dan menjera," tulis Bung AK dalam buku pengantar pamerannya.
Terdapat 17 karya lukisan akrilik. Semua dibuat di atas kanvas. Semua lukisan dibuat kala ia harus berurusan dengan kepolisian. Semuanya terangkum dalam pameran bertema "Sembah Bekti". "Sembah Bekti adalah pameran pertama saya, sebagai bentuk ungkapan bekti saya, di mana sembah bekti dalam bahasa Jawa berarti 'salam' atau 'menjunjung tinggi kesetiaan'," katanya.
Salah satu lukisan dari realitas LP Cebongan berjudul "Dilarang Menutup Aurat". Lukisan di atas kanvas berukuran 200 cm x 475 cm. Objeknya berupa laki-laki sujud dengan mengenakan celana pendek.
Bagi Bung AK, lukisan menarik yang dibayar mahal bukanlah keberhasilan. Ia hanya ingin keberhasilan lukisan-lukisan itu mampu mendatangkan Kepala Lapas Cebongan untuk menyaksikan pamerannya. "Sukses saya ketika Kepala Lapas menginstruksikan anggotanya nonton pameran," ucapnya tegas. (fre)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Polisi Diminta Usut Tuntas Kematian Mahasiswa Amikom, Bonnie Triyana: Tidak Ada Alasan yang Membenarkan Kekerasan Aparat Terhadap Pengunjuk Rasa

Pesisir Medan Berpotensi Banjir 22-28 Agustus, Hujan Lebat Akan Guyur DIY

Saat Libur Peringatan HUT ke-80 RI, Daop 6 Yogyakarta Alami Kenaikan Penumpang 5,5 Persen

85.792 Wisatawan Mancanegara Naik Kereta Api Selama Juli 2025, Yogyakarta Jadi Tujuan Tertinggi

ARTSUBS 2025 Hadirkan Ragam Material dan Teknologi dalam Ruang Seni yang Lentur

Lukisan, Harapan, dan Kebaikan: Ekspresi Tulus Pelukis Gadis Dharsono di Pameran 'Joy in Color'
Transformasi ArtMoments Jakarta: Pameran Seni 2025 Usung Tema 'Restoration'

Viral, Driver Ojol Dikeroyok karena Telat Antar Kopi, Ratusan Rekan Geruduk Rumah Customer

Film Dokumenter 'Jagad’e Raminten': Merayakan Warisan Inklusivitas dan Cinta dari Sosok Ikonik Yogyakarta

Libur Panjang, KAI Commuter Yogyakarta Tambah 4 Perjalanan Jadi 31 Trip Per Hari
