Jokowi-JK harus Perhatikan 11 Tuntutan Buruh


Ilustrasi
MerahPutih Nasional- Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meminta agar setiap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di negara-negara seperti Kuwait, Malaysia, dan lainnya untuk membentuk Atase Perburuhan di negeri tersebut.
"Kami minta para TKI yang bekerja di negara itu agar bentuk atase perburuhan," demikian disampaikan Presiden KSBSI Mudhofir, di Jakarta, Kamis (18/12).
Lebih jauh, Mudhofir menambahkan pembentukan atase perburuhan diperlukan untuk mencegah peristiwa memilukan yang menimpa TKI asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nuranini tidak kembali terulang. Nuranini sendiri telah bekerja di Kuwait sejak tahun 2003 lalu. Namun selama bekerja di Kuwait ia kerap menerima siksaan fisik dan seksual dari majikannya, Bahkan Nuranini tidak mendapat upah dari majikannya di Kuwait.
"Agar hal tersebut tidak terjadi kembali, maka KSBSI menuntut pemerintahan Jokowi-Kalla melakukan langkah-langkah perbaikan," sambung Mudhofir.
Pertama, mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mencegah buruh migran Indonesia dipekerjakan di Negara-negara yang rentan terhadap perlakuan kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya
Kedua, hanya mengirimkan buruh migran Indonesia ke Negara-negara yang telah memiliki perjanjian yang mengikat dengan pemerintah Indonesia terhadap perlindungan buruh migran Indonesia
Ketiga, membatalkan kebijakan untuk memberikan hak rekruitmen, transfer, dan penempatan buruh migran Indonesia kepada agen penyalur PJTKI, dan pemerintah mengambil alih tanggungjawab tersebut sebagai bagian dari program pemerintah.
Keempat, mengambil langkah-langkah efektif untuk memperbaiki dokumen identitas warga Negara, validitasnya, dan prosedurnya sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan pemalsuan usia buruh migran dan perdagangan manusia.
Kelima, mengadakan sistem dokumentasi yang komprehensif terhadap pergerakan buruh migran mulai dari desa sampai dengan tingkat nasional, dengan bekerjasama dengan Serikat buruh dan organisasi masyarakat lainnya sehingga setiap buruh migran bisa dideteksi dan diawasi keberadaannya.
Keenam, mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mengkonsolidasikan kembali kebijakan otonomi daerah terhadap bidang pengawasan ketenagakerjaan.
Ketujuh, mentransformasi BNP2TKI agar memberikan prioritas terhadap aspek perlindungan buruh migran dibandingkan dengan aspek keuntungan ekonomi.
Delapan, menyediakan pusat rehabilitasi atau fasilitas medis lainnya bagi buruh migran yang mengalami kekerasan fisik dan psikologis sekembalinya ke Indonesia.
Sembilan, mendukung dihapuskannya sistem "Kafala" atau "Sponsorship" yang serupa dengan perbudakan modern bagi buruh migran di kawasan timur tengah.
Sepuluh, mendesak DPR RI untuk melakukan revisi Undang-Undang No 39/2004,tentang Buruh migran dengan memprioritaskan aspek perlindungan dibandingkan dengan aspek penempatan keuntungan ekonomi.
Terakhir, ratifikasi Konvensi ILO No. 143 Buruh Migran dan Konvensi ILO No 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, serta memulai pembahasan draft Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga di DPR RI.
(BHD)
Bagikan
Berita Terkait
Harga Minyak Goreng Kemasan Tingkat Nasional Naik di Atas Rp 20 Ribu
