Ironi Negeri Subur Pangan: Dulu Berdaulat, Kini Bergantung Negara Lain


Ilustrasi Pertanian (Foto: Antara)
MerahPutih Nasional - Indonesia yang digembar-gemborkan oleh para leluhur nusantara sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi, toto titi tentrem kerto raharjo, tukul kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku, yang artinya negara yang subur makmur dan tertata sesuai dengan hukum, serta tentram, ramai, dan tumbuh yang serba ditanam, serta murah barang-barang yang akan dibeli, ternyata semuanya itu hanya slogan belaka.
Ketika rakyat Indonesia masih hidup susah, makan bulgur, memakai pakaian bekas serta berperang melawan penjajah, berkarung-karung beras pun rela dikirim untuk negeri sahabat. Kini, ribuan karung-karung beras dari luar salah satunya dari India membanjiri pasar-pasar di Tanah Air. Sekarang impor beras sudah menjadi bagian dari komoditas pasar bebas. Semua berbau komersial dan tidak ada kemauan untuk memperkuat ketahanan pangan domestik.
Di era Perang Kemerdekaan tahun 1946, pemerintahan Sukarno-Hatta yang masih bayi itu justru masih mampu mengekspor beras hingga ratusan ribu ton ke India agar rakyat bisa mendapatkan pakaian layak serta upah bagi petani. Kala itu, Belanda memblokade hasil panen petani sebagai senjata politik. Diplomasi barter beras dengan sandang itu berbuah hasil karena India merasa berutang budi dengan kiriman beras itu karena mereka sedang dirundung bencana. Tidak cuma itu, India pun mendukung kedaulatan Republik Indonesia dan termasuk negara luar pertama yang mengakui negara baru bernama Indonesia.
Kondisi di era 1950-an hingga akhir 1960-an, kondisi ketahanan pangan Indonesia relatif tidak terlalu baik. Rencana pengembangan swasembada pangan dengan menggiatkan lahan pertanian, pembibitan serta perkebunan lebih banyak untuk menutupi konsumsi dalam negeri. Impor beras masih sering dilakukan. Program besar-besaran untuk intensifikasi pertanian terjadi di era Orde Baru 1969-1983 yang akhirnya membuahkan hasil di era 1984-1993. Digulirkan Revolusi Hijau membuat produktivitas lahan pertanian melambung meski menurut kalangan akademisi dan pegiat lingkungan berdampak pada ekosistem serta kesehatan manusia. Hingga akhirnya Presiden RI Soeharto menerima penghargaan dari Food Agriculture Organization (FAO) sebagai badan pangan sedunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1985 karena berhasil menetapkan swasembada beras. Beras IRRI I-VI yang dihasilkan dari benih lokal menjadi dikenal dunia. Indonesia masih mampu mengekspor beras ke luar negeri baik secara komersial maupun demi kebutuhan kemanusiaan.
Apa betul Indonesia masih dikenal sebagai negeri remah jipah loh jinawi? Silakan simak data dari hasil sensus pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) 2013. Pada tahun 2003, impor pangan baru senilai US$3,34 miliar, tahun 2013 nilainya sudah mencapai US$14,9 miliar atau naik lebih dari 400% dalam kurun waktu 10 tahun. Sebuah lonjakan yang dahsyat, padahal luas lahan dan potensi pertanian Indonesia bisa mencukupi kebutuhan rakyatnya tanpa perlu mengimpor. Berikut data dan fakta mengenai posisi dan kondisi ketahanan pangan Indonesia. (bro)
Terburuk di ASEAN
Di regional Asia Tenggara, posisi Indonesia dalam indeks ketahanan pangan di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Posisi Indonesia selalu nomor buncit sejak tahun 2012. Artinya, tidak ada peningkatan perbaikan dalam ketahanan pangan.
Penyebab naiknya impor pangan, adalah meningkatnya konsumsi pangan masyarakat Indonesia, naiknya angka kedatangan turis ke Indonesia dan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Adapun di sisi lain, pertumbuhan produktivitas pangan berjalan normal. Kenaikan impor bahan pangan tak bisa dibendung lantaran pemerintah tak siap menghadapi lonjakan permintaan pangan penduduk.
Vietnam Pemasok Beras Terbesar
Sejak tahun 2013, negeri yang 36 tahun silam porak poranda karena perang, Vietnam menjadi pemasok terbesar beras impor Indonesia. Dari total impor 472 ribu ton beras senilai US$246 juta, Vietnam mendominasi dengan jumlah beras 171.286 ton atau senilai US$97,3 juta. Impor beras dari Vietnam menyumbang 36,3 persen dari total impor beras Indonesia tahun 2012.
Di urutan kedua, Thailand dengan jumlah 194.633 ton beras senilai US$61,7 juta. Kemudian di urutan ketiga, India sebesar 107.538 ton beras senilai US$44,9 juta ke Indonesia. Berikutnya Pakistan yang mengirim berasnya sebesar 75.813 ton beras senilai US$29,9 juta. Pemasok kelima adalah Myanmar dengan jumlah 18.450 ton atau US$6,5 juta.
Pada semester 1-2014, selama Januari-Juni 2014, Thailand 90.763 ton atau US$42,6 juta, India 61.546 ton atau US$22,3 juta, Pakistan 8.950 ton atau US$3,33 juta, Vietnam 6.206 ton atau US$ 3,3 juta, Myanmar 8.136 ton atau US$ 2,7 juta, dan negara lainnya 675 ton atau US$1,9 juta.
Kedelai Juga Impor
Di luar beras sebagai makanan paling pokok rakyat nusantara, pemerintah Indonesia juga sampai saat ini masih mengizinkan keran impor kedelai. Seperti diketahui, produksi kedelai Indonesia setiap tahun sekitar 700 ribu ton-800 ribu ton. Sedangkan kebutuhan kedelai Indonesia mencapai 2,2 juta ton-2,3 juta ton setiap tahun. Sisanya sebanyak 1,4 juta ton-1,5 juta ton kedelai dipasok dari impor. Kedelai impor dipasok dari dari Amerika Serikat, Brasil, dan Malaysia. Karena itu, jangan heran ketika harga kedelai internasional melambung, produsen tahu dan tempe kelimpungan bahkan sampai mogok produksi. Kondisi ini membuat masyarakat penyuka tahu dan tempe gigit jari.
Bagikan
Berita Terkait
Gerakan Pangan Murah di Seluruh Indonesia, Polri-Bulog Jual Beras hingga Minyak di Bawah Harga Normal

BUMD PT BDS Pemkab Bandung Gagal Bayar Proyek Ketahanan Pangan

Komisi VI DPR Minta Kementan Tingkatkan Pengawasan Bantuan Alat Pertanian

Indonesia Sediakan 20 Hektar Lahan Pertanian Buat Dikelola Bersama Dengan Palestina

Dari Lumbung Padi ke Teknologi Greenhouse: RI-Belanda Resmikan Era Baru Pertanian Berkelanjutan

Prabowo Ajak Singapura Lebih Banyak Investasi di Sektor Kesehatan dan Pertanian Modern

TNI Mau Rekrut 24 Ribu Tamtama untuk Pertanian, DPR: Harusnya Diserahkan ke Kementan

Indonesia Tinggal Kurang 0,2 Juta Ton Lagi Capai Swasembada Beras

Indonesia Ingin Uni Emirat Arab Jadi Pintu Masuk Produk Pertanian ke Pasar Global

Wamentan Sebut Balai Pertanian di Karawang Markas Satria Baja Hitam
