Empat Alasan Kontrak PT Freeport Harus Dibatalkan


Empat Alasan Kontrak PT Freeport Harus Dibatalkan (Foto: Antarafoto)
MerahPutih Bisnis - Keputusan pemerintah republik Indonesia yang diwakili Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia (PTFI) untuk melakukan ekspor bahan tambang mentah dikritisi banyak pihak.
Sebagai kepala pemerintahan Presiden Joko Widodo dituding melakukan pelanggaran karena menyetujui perpanjangan kontrak kerja dengan perusahaan asal Amerika Serikat. Presiden Joko Widodo dituding telah melanggar Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sejumlah pihak, mulai dari anggota DPR RI dan pengamat energi mengutuk keras kebijakan tersebut. Mereka mendesak kepada pemerintah untuk meninjau ulang bahkan membatalkan perpanjangan kontrak dengan PTFI.
Berikut empat alasan, mengapa kontrak karya dengan PTFI harus dibatalkan.
1. PTFI Harus Penuhi 6 Syarat Untuk Dapatkan Kontrak Baru
PTFI yang merupakan perusahaan raksasa asal negri Paman Sam meminta perpanjangan kontrak karya dari tahun 2021 hingga tahun 20141. Terkait dengan hal tersebut pemerintah Republik Indonesia belum menyetujui apakah kontrak karya akan dilangsungkan atau dibatalkan.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri menilai hingga kini PTFI juga belum serius membangun pabrik penglahan konsentrat (smelter) di dalam negeri.
"Kami memberikan pesan kepada PT Freeport, harus ada progress yang signifikan terhadap persiapan pembangunan smelter, jika tidak maka mereka sulit semua, izin ekspornya akan dihentikan sementara hingga ada penyelesaian lebih lanjut," ungkap Menteri ESDM Sudirman Said beberapa waktu lalu.
Minggu (25/1), pemerintah dan PT Freeport menyampaikan babak baru negosiasi perpanjangan kontrak karya PTFI. Kedua belah pihak sudah meneken nota kesepahaman pembicaraan perpanjangan kontrak mulai 25 Januari 2015 hingga Juni 2015. Salah satu poin yang disepakati ekspor konsentrat bisa dibuka kembali jika Freeport serius membangun pabrik pengolahan konsentrat (smelter) di dalam negeri. Ini adalah periode kedua dari pembicaraan pemerintah dan FI setelah sebelumnya dilakukan di era pemerintahan SBY-Boediono.
Ada enam hal yang telah dibicarakan antara pemerintah dan perusahaan dalam renegosiasi kontrak. Pertama, mengenai penyempitan 40% luas wilayah untuk penunjang kegiatan pendukung menampung sisa operasi, menjadi 127 ribu hektare. Kedua, kesepakatan kewajiban keuangan PPH badan lebih tinggi 10% menjadi sebesar 35%. Ketiga, Freport bersedia meningkatkan royalti sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2012.
Keempat, Freeport bekerjasama dengan Kementerian Prindustrian untuk membentuk satuan tugas dalam meningkatkan kandungan lokal pertambangan di Papua. Kelima, kepemilikan saham pemerintah pusat naik akan menjadi 20% selambat-lambatnya pada 2021. Hal keenam, Freeport harus melakukan pengolahan dan pemurnian dalam negeri.
2. PTFI Gagal Bangun Smelter
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mendesak pemerintah Republik Indonesia membatalkan nota kesepahaman (MoU) dengan PTFI. MoU tersebut dinilai bertentangan dengan UU No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Bukan hanya itu PTFI juga gagal membangun pabrik pengolahan konsentrat (smelter) dalam negeri.
"Pemerintah telah melanggar UU Minerba dengan memberi relaksasi kepada Freeport karena belum dapat melakukan pemurnian dan gagal membangun smelter," ujar Direktur IRESS, Marwan Batubara dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (27/1).
Menurut Marwan, komitmen Freeport untuk membangun smelter hanya didasarkan pada perjanjian sewa-menyewa lahan dengan Petrokimia Gresik yang tidak memberikan rasa keadilan kepada pelaku usaha yang sudah taat kepada UU Minerba dan telah membangun smelternya, termasuk oleh BUMN milik bangsa sendiri seperti PT Antam. Padahal, perpanjangan MoU tersebut harus didasari pada hasil studi kelayakan yang komprehensif, oleh Freeport, tentang mengapa smelter harus dibangun di Gresik beserta dampak positifnya terhadap kondisi sosial dan eonomi masyarakat sekitar.
"Sangat janggal dan naif sekali jika perpanjangan MoU hanya didasari oleh sekadar perjanjian sewa-menyewa lahan," tandas Marwan.
3. Perpanjangan Kontrak Karya Langgar Undang-Undang
Keputusan pemerintah Republik Indonesia menyetujui perpanjangan kontrak dengan PTFI selama 6 bulan kedepan melanggar Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan juga Peraturan pemerintah (PP) No, 77 tahun 2014.
Dalam aturan diatas dijelaskan bahwa perpanjangan kontrak karya bisa dilakukan asalkan menguntungkan pemerintah dan rakyat Indonesia. Namun demikian fakta berkata sebaliknya, hingga kini rakyat Indonesia khususnya rakyat Papua tidak kunjung sejahtera.
Direktur Eksekutif Indonesia Minuing and Energy Studies (IMES) Erwin Imes mengaku heran dengan sikap pemerintah yang melabrak aturan dan mendasarkan perpanjangan kontrak karya dengab PTFI hanya dengan selembar kertas Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding).
Erwin yang juga bekas aktivis pergerakan 1998 menambahkan bahwa MoU antara pemerintah dan perusahaan asing tersebut bisa dibatalkan.
"Bisa dong MoU kan tidak termasuk perundang-undangan," kata Erwin saat dihubungi merahputih.com, Senin (16/1).
4. PTFI Kurang Transparan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said meminta kepada PTFI agar lebih transparan dalam mengeluarkan data pembangunan smelter (pabrik pengolahan konsentrat) dalam negeri.
"Kita ingin lebih mendorong supaya ada transparansi," ujar dia saat ditemui di Komisi VII, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Senin (26/1).
PTFI sendiri sebelumnya sepakat membayar kewajiban membangun smelter dengan total anggaran USD 2,3 miliar. Kesepakatan tersebut sesuai dengan nota kesepakatan di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Juli 2014.
Pemerintah sendiri masih mempelajari pengajuan perpanjangan kontrak yang diajukan PTFI.
"Masih sata pelajari naskahnya," tandas Sudirman. (bhd/bro/mad/hur)
Berita Lainnya:
5 Pose Seksi Miss Universe 2015 Paulina Vega
Bagikan
Berita Terkait
Insiden Longsor di Tambang Grasberg Freeport Menjebak Tujuh Pekerja, DPR Minta Keselamatan Jadi Prioritas Utama

ESDM Minta Shell Dkk Kasih Kajian Impor BBM 2026, Cegah Kelangkaan BBM SPBU Swasta Terulang

Freeport Tutup Operasional Tambang Bawah Tanah Grasberg Demi Evakuasi Korban Longsor

Tambang Freeport Longsor, 7 Pekerja Masih Terjebak

Pemerintah Bulan Ini Berencana Lelang 7 Blok Migas Baru

Berbagai Musisi Mundur dari Pestapora, Penyelenggara Akhiri Kerja Sama Dengan PT Freeport Indonesia

ESDM Temukan Jawaban Kenapa Stok BBM SPBU Shell & BP Kosong

SPBU Shell dan BP Kehabisan Stok BBM, Menteri Bahlil Sarankan Bisa Beli ke Pertamina

4,2 Juta Hektare Lahan Hutan Dijadikan Tambang Ilegal, Mulai 1 September Bakal Ditertibkan

SPBU Shell dan BP Kehabisan Stok BBM, ESDM Bantah Batasi Izin Impor
