Bedug, Alat Pengumpul Warga


Tukang penjual bedug di Jakarta, Kamis (25/6). (Foto: MerahPutih/Achmad)
MerahPutih Budaya - Bedug bermula dari tradisi masa lalu yang tak memiliki alat canggih seperti mikropon saat ini. Warga yang ingin melakukan aktivitas bersama pada masa itu hanya memanfaatkan bedug sebagai alat pembantu. Kala itu, bedug digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan warga.
Di era Majapahit, kegunaan bedug seperti itu biasa digunakan. Hal ini tertuang di dalam Kidung Malat, pupuh XLIX. Terkait keberadaan Majapahit itu, bedug digunakan untuk mengumpulkan masyarakat dari berbagai penjuru sebelum waktu berperang. “Karena Kidung Malat menyebut bedug dan teg-teg, maka keduanya tentu berlainan. Teg-teg sejenis genderang dengan ukuran lebih besar daripada bedug,” tulis Dwi Cahyono, dalam “Waditra Bedug dalam Tradisi Jawa, seperti dinukil dari Historia, Minggu (5/7).
Peran bedug mulai bergeser dan mulai akrab dengan Islam saat seorang Muslim dari luar Nusantara datang ke Pulau Jawa. Dia adalah Cheng Ho. Saat itu Cheng Ho menggunakan bedug sebagai pemberi tanda bagi pasukannya. Suara bedug menandakan agar pasukan Cheng Ho segera berkumpul dan baris-berbaris. Pada saat itulah, konon pemimpin daerah yang dikunjungi Cheng Ho, yakni Semarang, juga memanfaatkan bedug sebagai penanda dari masjid saat Cheng Ho hendak pergi.
Selanjutnya peran bedug bergeser menjadi penanda bagi umat Islam di Nusantara. Tujuannya untuk mengumpulkan umat Islam, sebagai tanda datangnya waktu salat. Fungsi bedug di masjid ini mulai marak digunakan di masa penyebaran Islam Wali Songo. Bedug berbunyi dari masjid ketika waktu-waktu salat telah tiba. Perannya tak ubahnya pengeras suara saat ini yang menandakan masuknya waktu salat.
Sisi lain sejarah bedug menyatakan, bedug ramai digunakan di daerah Banten. Bedug digunakan ketika adanya tanda-tanda bahaya. Bedug dapat berbunyi pada pagi hari, siang, sore, maupun malam hari.
"Bedug kan bermanfaat, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Ini kearifan Wali Songo waktu itu, memanfaatkan bedug untuk penanda di masjid," kata budayawan Nahdlatul Ulama, Jadul Maula, kepada Merahputih.com, beberapa waktu lalu, di Yogyakarta. (fre)
Baca Juga:
Ramadan, Rejeki Bagi Penjual Bedug
Demi Baju Lebaran, Raffi Manfaatkan Libur Sekolah untuk Jualan Bedug
Bagikan
Fredy Wansyah
Berita Terkait
Fraksi Golkar Minta Rencana Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Ditinjau Kembali

Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Diklaim Sudah Disetujui, Bakal Habiskan Anggaran Rp 9 Miliar

Tulis Sejarah Ulang Indonesia, Menbud Fadli Zon Libatkan 113 Penulis

AKSI Kritik Proyek Penulisan Ulang 'Sejarah Resmi', Disebut sebagai 'Kebijakan Otoriter untuk Legitimasi Kekuasaan'

Kenapa Kita Halalbihalal sepanjang Bulan Syawal? Ini Asal-Usul dan Sejarahnya yang Jarang Diketahui

Sultanah Nahrasiyah, Jejak Perempuan Pemimpin dari Samudra Pasai

Petualangan Waktu ke Samudra Pasai, Melihat Kehidupan Masyarakat Pesisir di Kerajaan Besar Bercorak Islam di Sumatera

Sejarah Libur Panjang Ramadan Anak Sekolah Masa Kolonial, Kisah-Kisah Seru Mengisi Waktu Libur

Menelusuri Perbedaan Penentuan Awal Puasa di Indonesia: Sejarah, Tradisi, dan Keberagaman
