Anak-anak Korea Selatan Tidak Bahagia, Ini Sebabnya


MerahPutih Pendidikan- Dunia anak-anak harusnya menjadi dunia menyenangkan dan penuh kegembiraan. Bermain dan belajar, itulah yang dilakukan kebanyakan anak normal di seluruh dunia. Rasanya kurang benar jika anak usia Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki beban hidup yang cukup berat. Tapi hal ini justru terjadi di negara maju seperti Korea Selatan, beberapa studi mengatakan, anak-anak Korea Selatan menjadi anak-anak paling tidak bahagia di dunia.
Apa yang memicu ketidak bahagiaan anak-anak di Korea Selatan? stres akaibat tekanan pendidikan menjadi pemicunya. Sistem pendidikan di negara ini dinilai terlalu berat untuk anak-anak, dengan jam belajar yang terlalu lama, tingkat kompetisi dan fokus yang terlalu tinggi, membuat anak-anak yang seharusnya dapat belajar sambil bermain justru tertekan dan stres.
Menurut kementrian kesehatan Korea Selatan, negaranya menduduki posisi paling bawah diantara 30 negara dalam tingkat kepuasan hidup anak-anak, diikuti Rumania dan Polandia.
Kepala Bank Dunia Jim Yong Kim, yang lahir di Korea Selatan, tapi menetap di Amerika sejak usia lima tahun ini, mengatakan sistem pendidikan telah memberikan beban berat di pundak anak, dengan fokus pada kompetisi dan jam belajar yang terlalu panjang.
"Faktor paling relevan dalam kepuasan hidup anak-anak adalah stress akademik, diikuti dengan kekerasan di sekolah, ketagihan Internet, kelalaian dan kekerasan dunia maya," pungkasnya.
Para orang tua di Korea Selatan gemar memasukkan anak mereka ke sekolah-sekolah untuk belajar sampai malam hari, dan mulai pengajaran mata pelajaran bahasa Inggris di taman kanak-kanak.
Menurut Badan nasional Statistik Korea Selatan, lebih dari setengah anak-anak Korea Selatan berusia 15 – 19 tahun berpikir ingin bunuh diri saat hendak mengikuti ujian masuk sekolah dan universitas.
Korea Selatan juga memiliki prestasi buruk dalam indeks pembatasan anak, yang mencakup kemiskinan pada anak, dan waktu luang anak untuk menyalurkan hobi atau aktifitas klub di sekolah.
Jim Young Kim juga menambahkan, sistem pendidikan di Korea Selatan dinilai terlalu mahal dan banyak menekan anak.
"Para murid menghadapi beban psikologis substansial dari kompetisi dan jam belajar yang panjang," ujarnya dalam kunjungan ke Seoul, Selasa (4/11).
Bagikan
Berita Terkait
Ini Alasan DPR RI Minta Gubernur Jabar Kaji Ulang Aturan Jam Masuk Sekolah Pukul 06.00 WIB

DPRD DKI Minta Sekolah di Jakarta Transparan Soal Aliran Dana Uang Sewa Kantin

PSI DKI Pertanyakan Mandeknya Realisasi Anggaran untuk Rehabilitasi 27 Gedung Sekolah

Playhouse Academy Perkenalkan Layanan Pengembangan Anak Terintegrasi
