11 Film Pertama yang Diproduksi di Indonesia

Widi HatmokoWidi Hatmoko - Kamis, 30 Maret 2017
11 Film Pertama yang Diproduksi di Indonesia
Ilustrasi (Foto: Pusbangfilm.kemdikbud) 0 shares

Film masuk di bumi Indonesia sebenarnya sudah ada sejak tahun 1900-an, yaitu ketika negera Indonesia belum berdiri, dan masih dalam masa penjajahan Hindia-Belanda. Perfilman Indonesia ini diawali dengan berdirinya bioskop pertama pada 5 Desember 1900 di daerah Tanah Abang, Batavia dengan nama 'Gambar Idoep' yang menayangkan berbagai film bisu.

Berkembang pada tahun 1926, yaitu dengan munculnya produksi film bertema lokal yang dibuat oleh sutradara Belanda bernama Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Film ini dibuat dan dirilis saat Indonesia masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung. Saat itu belum menggunakan audio, atau masih film bisu.

Berikutnya datang Wong Bersaudara, yaitu Nelson Wong, Joshua, dan Otniel Wong yang hijrah dari industri film Shanghai. Kemudian mereka mendirikan perusahaan Halimoen Film.

Sejak tahun 1931, pembuat film lokal mulai membuat film bicara, namun hasilnya masih sangat buruk. Kemudian pada pada awal tahun 1934, Albert Balink, seorang wartawan Belanda yang tidak pernah terjun ke dunia film dan hanya mempelajari film lewat bacaan-bacaan, mengajak Wong Bersaudara untuk membuat film, yang kemudian terus berkembang.

Untuk pertama kalinya orang Indonesia membuat film adalah pada tahun 1950. Saat itu film yang digarap berjudul "Darah dan Doa" atau "Long March of Siliwangi", disutradarai oleh Usmar Ismail. Dan, ini menjadi titik awal perkembangan film di Indonesia yang diproduksi oleh orang Indonesia. Hari pertama pengambilan gambar atau syuting film ini adalah pada tanggal 30 Maret 1950.

Dari situlah, situlah, melalui Konferensi Kerja Dewan Film Nasional dengan organisasi perfilman Indonesia, pada 11 Oktober 1962 menetapkan hari syuting pertama film tersebut yaitu 30 Maret 1950 ditetapkan sebagai Hari Film Nasional.

Nah, bicara soal perkembangan, mulai sejak pertama film dibuat di bumi Indonesia hingga sejarah ditetapkannya Hari Film Indonesia, dari berbagai sumber merahputih.com merangkum 11 film pertama yang diproduksi di bumi Indonesia.

1. Loetoeng Kasaroeng (1926)

Loetoeng Kasaroeng (EYD-Lutung Kasarung) adalah sebuah film pertama yang diproduksi di Indonesia, yaitu tahun 1926. Meskipun diproduksi dan disutradarai oleh pembuat film Belanda, film ini merupakan film pertama yang dirilis secara komersial yang melibatkan aktor Indonesia. Film ini juga mengadaptasi dari kisah legenda masyarakat Jawa Barat.

2. Eulis Atjih (1927)

Euis Atjih adalah sebuah film bisu ber-genre melodrama keluarga. Film ini disutradarai oleh G. Kruger dan dibintangi oleh Arsad dan Soekria. Film ini diputar bersama-sama dengan musik keroncong yang dilakukan oleh kelompok yang dipimpin oleh Kajoon, seorang musisi yang populer pada waktu itu. Kisah Eulis Atjih, seorang istri yang setia yang harus hidup melarat bersama anak-anaknya karena ditinggal suaminya untuk berfoya-foya dengan wanita lain. Walaupun dengan berbagai masalah, akhirnya dengan kebesaran hatinya Eulis mau menerima suaminya kembali walaupun suaminya telah jatuh miskin.

3. Lily Van Java (1928)

Lily van Java adalah film Tionghoa pertama yang dibuat di Indonesia. Film yang dibuat pada tahun 1928 ini diproduksi perusahaan The South Sea Film. Lily Van Java bercerita tentang gadis yang dijodohkan orang tuanya mekipun dia sudah punya pilihan sendiri. Pertama dibuat oleh Len H. Roos, seorang Amerika yang berada di Indonesia untuk menggarap film Java. Ketika dia pulang, dilanjutkan oleh Nelson Wong yang bekerja sama dengan David Wong, karyawan penting perusaahaan General Motors di Batavia yang berminat pada kesenian, membentuk Halimoen Film. Pada akhirnya, film Lily van Java diambil alih oleh Halimoen. Menurut wartawan Leopold Gan, film ini tetap digemari selama bertahun-tahun sampai filmnya rusak.

4. Resia Boroboedoer (1928)

Berikutnya adalah film Resia Boroboedoer, yaitu pada tahun 1928. Film yang diproduksi oleh Nancing Film Co, yang dibintangi oleh Olive Young, merupakan film bisu yang bercerita tentang Young Pei Fen yang menemukan sebuah buku resia (rahasia) milik ayahnya yang menceritakan tentang sebuah bangunan candi terkenal (Borobudur). Diceritakan juga di candi tersebut terdapat sebuah harta karun yang tak ternilai, yaitu guci berisi abu sang Buddha Gautama.

5. Setangan Berloemoer Darah (1928)

Film yang disutradarai oleh Tan Boen San, setelah pencarian di beberapa sumber, sinopsis film ini belum diketahui secara pasti. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa film ini dibuat dan pernah diputar di Indonesia.

6. Njai Dasima I (1929)

Film Njai Dasima diangkat dari sebuah karangan G. Francis pada tahun 1896. Kisah ini diambil dari kisah nyata, kisah seorang istri simpanan, Njai (Nyai) Dasima yang terjadi di Tangerang dan Betawi/Batavia yang terjadi sekitar tahun 1813-1820-an. Nyai Dasima adalah seorang gadis yang berasal dari Kuripan, Bogor, Jawa Barat. Ia menjadi istri simpanan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William. Oleh sebab itu, akhirnya ia pindah ke Batavia atau Betawi (sekarang). Karena kecantikan dan kekayaannya, Dasima menjadi terkenal. Salah seorang penggemar beratnya Samiun yang begitu bersemangat memiliki Nyai Dasima dengan membujuk Mak Buyung untuk membujuk Nyai Dasima agar mau menerima cintanya. Mak buyung berhasil membujuk Dasima walaupun Samiun sudah beristri. Hingga akhirnya Nyai Dasima disia-siakan Samiun setelah berhasil dijadikan istri muda.

7. Rampok Preanger (1929)

Ibu Ining tidak pernah menduduki bangku sekolah. Pada tahun 1920-an adalah seorang penyanyi keroncong terkenal pada Radio Bandung (NIROM) yang sering pula menyanyi berkeliling di daerah sekitar Bandung. Kemudian ia memasuki dunia tonil sebagai pemain sekaligus sebagai penyanyi yang mengadakan pagelaran keliling di daerah Priangan Timur. Main film tahun 1928 yang berlanjut dengan 3 film berikutnya. Film-film itu seluruhnya film bisu. Ketika Halimoen Film ditutup tahun 1932, hilang pulalah Ibu Ining dari dunia film. Namun sampai pecahnya PD II, ia masih terus menyanyi dan sempat pula membuat rekaman di Singapura dan Malaya. Pada tahun 1935 ia meninggal dunia dalam usia 69 tahun karena sakit lever.

8. Si Tjonat (1929)

Cerita dalam film ini berputar pada kisah seseorang yang dijuluki si Tjonat. Nakal sejak kecil, si Tjonat (Lie A Tjip) melarikan diri ke Batavia (Jakarta) setelah membunuh temannya. Di kota ini ia menjadi jongos seorang Belanda, bukannya berterima kasih karena mendapat pekerjaan, ia juga menggerogoti harta nyai tuannya itu. Tak lama kemudian ia beralih profesi menjadi seorang perampok dan jatuh cinta kepada Lie Gouw Nio (Ku Fung May). Namun cintanya bertepuk sebelah tangan, penolakan Gouw Nio membuatnya dibawa lari oleh si Tjonat. Usaha jahat itu dicegah oleh Thio Sing Sang (Herman Sim) yang gagah perkasa.

9. Si Ronda (1930)

Film ini disutradaria oleh Lie Tek Swie dan A. LOEPIAS (Director of Photography), dan dibintangi oleh Bachtiar Efendy & Momo. Film ini bercerita tentang kisah seorang jagoan perkelahian yang mengandung unsur kebudayaan Cina.

10. Boenga Roos dari Tjikembang (1931)

Film Boenga Roos dari Tjikembang adalah film bersuara pertama di Indonesia. Film ini menceritakan tentang hubungan antar etnis Cina dan pribumi. Dalam film ini, The Teng Chun bertindak sebagai sutradara dan kameramen. Cerita ini dikarang oleh Kwee Tek Hoay dan pernah dipentaskan Union Dalia Opera pada 1927, meskipun cuma ringkasan cerita saja, yaitu tentang Indo-Tiongha. Dan film ini diberitakan oleh pengarangnya film Cina buatan Java ini adalah karya Indo-Tiongha.

11. Darah dan Doa (1950)

Darah dan Doa adalah sebuah film Indonesia karya Usmar Ismail yang diproduksi pada tahun 1950 dan dibintangi oleh Faridah. Film ini merupakan film Indonesia pertama yang sepenuhnya dibuat oleh warga pribumi. Film ini ialah produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), dan tanggal syuting pertama film ini 30 Maret 1950, yang kemudian dirayakan sebagai Hari Film Nasional. Kisah film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang, menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada salah seorang Belanda yang menjadi tawanannya.

Untuk mengikuti artikel lainnya, baca juga: 7 Negara di Dunia Yang Menggunakan Bahasa Jawa

#Hari Film Nasional #Film #Film Indonesia Terbaru
Bagikan
Ditulis Oleh

Widi Hatmoko

Menjadi “sesuatu” itu tidak pernah ditentukan dari apa yang Kita sandang saat ini, tetapi diputuskan oleh seberapa banyak Kita berbuat untuk diri Kita dan orang-orang di sekitar Kita.
Bagikan